KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 1.798 desa di Nusa Tenggara Timur sampai Sabtu (16/12) belum selesai mencairkan dana desa tahap kedua tahun 2017. Penyebabnya, antara lain, lemahnya kemampuan aparatur desa, minimnya listrik dan jaringan telepon untuk komunikasi.
Dana desa tahap kedua cair 40 persen atau 1.198 desa. Sementara tahap pertama 60 persen atau untuk 1.798 desa. Jumlah desa penerima dana tahun 2017 ada 2.996 desa yang tersebar di 21 kabupaten. Pencairan tahap pertama dilakukan Juni dan tahap kedua pada Agustus.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa NTT Sarabity Abdul Fatah dalam rapat pembahasan dan evaluasi dana desa 2017 di Kupang, Sabtu, mengatakan, dana yang tidak cair sampai akhir tahun menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (silpa). Dana itu tidak diperhitungkan lagi tahun berikut.
Jika sampai 31 Desember belum selesai pencairan, ada silpa sekitar Rp 300 miliar. Ini kerugian besar bagi desa-desa yang berhak menerima dana.
”Kami coba kejar waktu 14 hari tersisa untuk pencairan. Dana yang dialokasikan bagi setiap desa Rp 500 juta-Rp 900 miliar. Jumlah ini tergantung luas desa, kondisi geografis, jumlah penduduk, potensi desa, dan tingkat kemiskinan desa. Jumlah dana desa 2017 Rp 2,3 triliun, tahun 2016 Rp 1,9 triliun, dan 2015 Rp 812 miliar,” kata Sarabity.
Persoalan dasar, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa tahap pertama dari pemerintah desa lambat, rendahnya jumlah pencairan dana tahap pertama dan kedua dari rekening kas umum negara ke reke-
ning kas umum daerah (RKUD), dan dari RKUD ke rekening kas desa.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Mewet, Flores Timur, Siprianus Mado mengatakan, pengawalan sistem administrasi dana desa sangat ketat. Di sisi lain, banyak aparat desa belum paham komputer, belum ada jaringan internet, dan listrik belum tersedia 24 jam. Padahal, semua data harus dikerjakan secara online.
”Kami takut masuk penjara karena tak paham administrasi. Petugas pendamping dana desa jarang datang ke desa,” katanya.
Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT Ajun Komisaris Besar Josua Tampubolon mengatakan, tahun 2016 ada tujuh laporan penyalahgunaan kewenangan pengelolaan dana desa dan pada 2017 ada tiga laporan. Para pelaku, aparat desa dan rekanan kerja, diproses hukum. Penyalahgunaan antara lain berupa laporan fiktif, pengurangan upah kerja proyek padat karya, mark up harga material dan ongkos angkut, serta perjalanan dinas fiktif.
Jasa kontraktor
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menegaskan, proyek pembangunan menggunakan dana desa tidak boleh lagi menggunakan jasa kontraktor. Kegiatan fisik harus dilakukan sendiri oleh desa secara swakelola mengikutsertakan warga desa sebagai tenaga kerja.
”Dengan demikian, banyak warga bisa merasakan manfaat, bisa bekerja, dan mendapat upah dari dana desa,” ujar Eko Putro Sandjojo saat berkunjung ke Kabupaten Magelang, Sabtu.
Nominal upah yang wajib dibayarkan adalah 30 persen dari dana desa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tiap desa diharapkan mampu mengelola dana desa untuk kepentingan bersama dan memanfaatkan untuk kegiatan perbaikan desa. Selain membangun fasilitas dasar seperti jalan atau saluran penyediaan air bersih, dana bisa untuk membangun fasilitas pendukung seperti bangunan untuk pendidikan anak usia dini.
Wakil Bupati Magelang Zaenal Arifin menyebutkan, di Kabupaten Magelang ada 56 desa di lima kecamatan yang termasuk kategori desa miskin. Jajaran Pemkab Magelang mengerahkan berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan dan perlu dukungan pemerintah pusat. (KOR/EGI)