BANDUNG, KOMPAS — Pembuang limbah pabrik ke Sungai Citarum akan ditindak tegas oleh aparat dan tim Citarum Harum. Para pemilik dan pengelola pabrik akan segera mendapat sosialisasi aturan yang melarang pembuangan limbah ke sungai.
”Tim Citarum Harum akan berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat mengawasi pembuangan limbah pabrik. Kalau ada pembuangan limbah lagi, pelaku akan kami tindak tegas,” ujar Kepala Penerangan Kodam III/Siliwangi Kolonel M Desi Ariyanto, Selasa (12/12).
Kalau ada pembuangan limbah lagi, pelaku akan kami tindak tegas.
Citarum Harum merupakan babak baru penanganan pencemaran dan penjagaan kualitas hidup di sungai sepanjang 297 kilometer itu. Selama ini, kondisi sungai yang menjadi urat nadi kehidupan di Jabar itu memprihatinkan akibat pencemaran serta rentan banjir dan longsor. Tim terdiri dari anggota TNI, polisi, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Desi menjelaskan, pengawasan oleh tim Citarum Harum dibagi ke 20 lokasi. Satu tim yang berisi 15-20 orang akan mengawasi setiap 15-18 kilometer di sungai itu. ”Kami akan memanggil pemilik dan pengelola pabrik di bantaran Sungai Citarum, Sabtu. Kami akan ingatkan agar mereka tidak membuang limbah sembarangan ke sungai,” ujarnya.
Menurut Desi, selain pemilik dan pengelola pabrik, Gubernur Jabar, Bupati Bandung, Polda Jabar, pegiat lingkungan, seniman, dan relawan juga akan datang. Mereka akan mendengarkan fakta dan data hasil penelusuran tim Citarum Harum yang turun ke lapangan sejak Selasa (5/12).
Tim Citarum Harum juga akan menghijaukan daerah Sungai Citarum yang gundul. ”Kami baru saja memperoleh bantuan tanah pembibitan seluas 7 hektar dari dua donatur, pengelola Dago Pakar dan pengelola Kota Baru Parahyangan,” katanya.
Seniman Sunda, Tisna Sanjaya, mengatakan, persoalan sampah dan limbah di Citarum tak lepas dari masalah kebiasaan dan cara pandangan masyarakat yang keliru. Warga Jabar yang tinggal di bantaran Citarum masih memandang sungai sebagai halaman belakang rumah. Dampaknya, warga membuang sampah ke sungai agar halaman depan rumah terlihat bersih.
”Padahal, leluhur Sunda menghargai air. Semua sungai di Jawa Barat diberi nama depan ci yang artinya air,” ujar Tisna.
Karena itu, pembenahan Sungai Citarum selain dari segi penegakan hukum, juga menggunakan pendekatan budaya.
Peradaban kota
Dari Surabaya dilaporkan, pada simposium River Cities di Universitas Airlangga, Surabaya, yang berlangsung Senin (11/12)- Selasa (12/12), akademisi sosial ekonomi dari sejumlah kampus di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika mengimbau pemerintah lokal di seluruh dunia mempertahankan peradaban kota-kota sungai.
”Ada kesadaran untuk menata sungai, tetapi peran masyarakat belum dianggap vital,” ujar Howard Dick, Guru Besar University of Melbourne, Australia.
Jakarta, Surabaya, Palembang, dan Banjarmasin berlatar peradaban sungai. Kehidupan masa lalunya amat bergantung pada jaringan sungai dan drainase. Namun, kini kehidupan sungai mati suri. Sungai-sungai dipercantik tetapi terasa kosong tanpa kehadiran aktivitas manusia.
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Johan Silas, menambahkan, rakyat pemukim tepi sungai harus diajak bicara mengenai kebutuhannya sehingga tidak lupa atau lepas dari ingatan terhadap sungai. (BKY/BRO)