SIDOARJO, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Jawa Timur, Rudi Indra Prasetya pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau subsider enam bulan kurungan. Terdakwa terbukti menerima suap dari Bupati Pamekasan (nonaktif) Achmad Syafi’i Yasin untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi dana desa.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto saat membacakan tuntutan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/12), mengatakan, terdakwa terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Rudi Indra, pada 2 Agustus lalu terjaring operasi tangkap tangan KPK bersama Achmad Syafi’i Yasin, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Pamekasan Noer Sholehhudin, dan Kepala Desa Dasok, Agus Mulyadi. Terdakwa menerima suap Rp 250 juta untuk menghentikan penyelidikan korupsi proyek pembangunan senilai Rp 100 juta di Desa Dasok, Kecamatan Pademawu.
Menyikapi tuntutan itu, kuasa hukum terdakwa, Ade Yuliawan, mengaku bisa menerima isi tuntutan. Tuntutan 5 tahun penjara dinilai wajar dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. ”Jaksa menghargai sikap klien kami yang kooperatif selama masa pemeriksaan hingga persidangan. Semoga majelis hakim bisa memperingan hukuman,” ujar Ade.
Jaksa menghargai sikap klien kami yang kooperatif selama masa pemeriksaan hingga persidangan. Semoga majelis hakim bisa memperingan hukuman.
Meskipun kliennya tertangkap tangan dan terbukti bersalah, menurut Ade, terdakwa bersikap pasif. Rudi tidak pernah berinisiatif meminta uang kepada Bupati Pamekasan.
Sementara itu, KPK menyita sebidang tanah di Desa Suru, Kecamatan Ngetos yang diduga aset pribadi Bupati Nganjuk (nonaktif) Taufiqurrahman, Kamis (7/12). Tanah itu diduga gratifikasi ilegal dalam dugaan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk.
Kepala Desa Suru Yudha Purnawan, dihubungi Senin (11/12), membenarkan telah mendampingi tim KPK bersama Polres Nganjuk, memasang papan pemberitahuan penyitaan tanah aset Taufiqurrahman berupa lahan kering seluas 10 hektar.
Taufiqurrahman membeli tanah itu Rp 100 juta per hektar dari 19 warga pada 2015.
Masih terkait kasus yang sama, KPK juga memeriksa 25 aparatur sipil negara Pemkab Nganjuk. Di antara mereka, 20 orang merupakan calon kepala sekolah yang diduga termakan janji mendapat jabatan dari Taufiqurrahman setelah membayar Rp 200 juta. (NIK/ODY)