SUKABUMI, KOMPAS — Nelayan di Teluk Ciletuh, Kabupaten Sukabumi, berhenti melaut sejak awal pekan ini karena cuaca ekstrem yang meningkatkan tinggi gelombang ombak akibat adanya siklon Dahlia di perairan selatan Pulau Jawa bagian barat.
Hari Kurnia (28), nelayan di Teluk Ciletuh, mengatakan, sudah sejak awal pekan ini dirinya berhenti melaut karena angin kencang disertai hujan deras membuat gelombang ombak meningkat.
Ia menjelaskan, memasuki musim hujan tinggi ombak meningkat menjadi 1,5 meter-5 meter dibandingkan dengan ombak musim kemarau yang paling tinggi 1,5 meter. Keadaan menjadi lebih berbahaya sebab mereka melaut malam hari mulai pukul 16.00 hingga esok hari pukul 06.00.
”Anginnya juga lebih kencang. Lebih berbahaya,” ujar Hari, Jumat (1/12).
Biasanya sebulan bisa melaut seminggu 3-4 kali jika cuaca cerah dan mendukung. Namun, selama November, dia baru melaut tiga kali. Sebab, sepanjang November hujan deras dan angin terus menerpa wilayah itu.
Hari menjelaskan, dirinya adalah nelayan individu. Ia bersama sekitar 10 orang sesama nelayan menumpang kapal orang untuk menangkap ikan.
Sekali menangkap ia bisa mendapatkan total 5-10 kilogram yang merupakan perpaduan ikan teri dan tongkol. Dari tangkapan itu, Hari bisa memperoleh pendapatan Rp 100.000-Rp 200.000. Dari total pendapatan itu, 25 persen diberikan kepada pemilik kapal.
Satu kilogram teri dijual di Tempat Pelelangan Ikan Ciletuh Rp 15.000. Ikan tongkol dijual dengan harga Rp 20.000 per kilogram.
Ia mengatakan, ketika tidak melaut, dirinya bekerja sebagai kuli bangunan dengan upah Rp 30.000-Rp 40.000 per hari.
Meski lahan sawah melimpah di daerahnya, warga tak bisa menanam padi. Sebab, pengairan di daerah ini masih bergantung pada musim hujan sehingga menanam padi hanya bisa dilakukan sekali saja dalam setahun, yakni pada musim hujan saja, Januari hingga Maret.
Angin kencang yang mendorong gelombang pasang merusak permukimana warga di pinggir Pantai Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sukabumi menyebutkan, 17 rumah warga rusak ringan dan empat rumah rusak berat akibat terjangan gelombang pasang di Kampung Cipatuguran, Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu.
Gelombang pasang juga merusak empat rumah di Kampung Cemara, Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Pelabuan Ratu.
Tertimpa pohon
Angin kencang juga menerpa Kabupaten Garut. Sebanyak 15 rumah rusak tertimpa pohon yang tumbang karena embusan angin kencang di Desa Garumukti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Garut. Tidak hanya itu, 3 masjid, 1 ruang kelas SDN Garumukti 1, dan 1 ruang kantor desa juga ikut rusak tertimpa pohon.
Kepala Desa Garumukti Ede Sukmana mengatakan, angin kencang disertai hujan deras dan petir berlangsung sejak Kamis (30/11) petang hingga malam. Pohon-pohon itu mulai bertumbangan sekitar pukul 21.00. Tidak hanya itu, aliran listrik di desa itu mati sejak Kamis malam karena salah satu kabelnya putus tertimpa pohon.
”Ngeri sekali cuacanya. Di sini juga gelap karena tidak ada listrik,” ujar Ede.
Beruntung tidak ada korban jiwa ataupun luka dalam kejadian itu. Ia mengatakan, kejadian seperti ini belum pernah terjadi seperti ini sebelumnya di wilayah ini.
”Barangkali memang cuacanya sedang ekstrem,” ujar Ede.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, peningkatan embusan angin ini disebabkan adanya siklon Dahlia yang masih terjadi di sebelah selatan bagian barat Pulau Jawa. Adapun cuaca di Jawa Barat sepanjang Jumat hujan dengan intensitas sedang sampai lebat di daerah Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Pangandaran, Majalengka, Sumedang, Subang, Kuningan, Cirebon, dan sekitarnya, sejak pagi hingga malam hari. Kecepatan angin berkisar 25 kilometer per jam-40 kilometer per jam. Jumlah tersebut meningkat lebih dari tiga kali lipat dari rata-rata kecepatan angin yang sekitar 9 kilometer per jam.