Kaltim Dinilai Butuh Figur Calon Perseorangan yang Bukan Kader Parpol
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur tahun depan, yang dipastikan tidak diikuti calon perseorangan, menunjukkan kualitas pesta demokrasi yang semakin menurun, juga semakin tidak menarik. Masyarakat Kaltim menanti munculnya calon perseorangan yang bukan berasal dari kader partai politik.
Itu diutarakan pemerhati politik yang juga Rektor Universitas Balikpapan Piatur Pangaribuan, Kamis (30/11). Piatur tidak kaget mengetahui tidak ada calon perseorangan yang mendaftar Pilgub Kaltim ke Komisi Pemilihan Umum Kaltim pada 22-26 November.
”Saya berharap, ada setidaknya satu calon yang mendaftar, yang bukan orang partai, atau juga tidak pernah berbaju partai. Kalau toh nanti kalah, ya, tidak apa. Namun ternyata tidak ada. Pilgub Kaltim 2018 mendatang, ya, hanya akan diisi ’wajah’ lama yang sebelumnya pernah memimpin kabupaten/kota. Tidak ada calon perseorangan, pesta demokrasi terasa kurang,” tuturnya.
Sebenarnya sempat ada harapan tatkala dua nama muncul ke permukaan dan akan berpartisipasi pada Pilgub Kaltim. Mereka adalah Irjen Safaruddin (Kepala Polda Kaltim) dan Rusmadi Wongso (Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim). Namun, keduanya dipastikan ikut mekanisme partai dan kemungkinan besar akan menjadi kandidat calon wakil gubernur.
”Saya menangkap, ada kesan kurang percaya diri untuk terjun via jalur perseorangan. Tak hanya karena faktor dukungan KTP dan ongkos politik. Tapi itu bisa juga karena Kaltim tidak pernah memunculkan calon perseorangan yang bukan berbasis partai atau tidak bersinggungan dengan partai tapi menang pemilihan,” ujarnya.
Kaltim perlu sosok yang maju melalui jalur perseorangan. Apakah pernah sebagai polisi atau dari jajaran birokrat (PNS), menurut Piatur, itu tidak masalah. ”Yang penting, bukan orang yang bersinggungan dengan partai. Ternyata masih sulit mewujudkan,” lanjutnya.
Pemerhati politik yang juga tokoh pemuda Carolus Tuah mengatakan, syarat dukungan KTP memang bisa memberatkan bagi calon perseorangan. Namun, ada faktor lain, yakni masyarakat tidak lagi percaya sistem yang ada memberi ruang bagi calon perseorangan.
Masyarakat tidak lagi percaya sistem yang ada memberi ruang bagi calon perseorangan.
Tuah memberi contoh saat Pilkada Kutai Kartanegara dan Pilkada Bontang tahun 2015 yang diiikuti calon perseorangan yang sebenarnya bukan murni calon perseorangan karena diisi orang yang masih terkait dengan partai. Yang bekerja pada akhirnya tetap mesin partai.
Dalam Pilkada Kutai Kartanegara 2015, Rita Widyasari yang adalah petahana sekaligus Ketua Golkar kabupaten itu mendaftar dari jalur perseorangan. Rita beralasan terimbas dualisme kepemimpinan Golkar di tingkat pusat dan khawatir partai lain tidak mengusung calon.
Saat mendaftar, Rita yang berpasangan dengan Edi Damansyah diantar beramai-ramai oleh massa perwakilan enam partai. Kekurangan dukungan KTP sebanyak 8.900 dengan gampang dipenuhi Rita, yang adalah anak Syaukani HR, Bupati Kutai Kartanegara sebelumnya.
Rita termasuk kandidat kuat maju dalam Pilgub Kaltim. Namun, kini hampir pasti dia tercoret dari bursa dan Golkar kini mencari penggantinya. Awal Oktober, Rita ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan suap dan gratifikasi, yang berkaitan dengan sejumlah proyek.
Sementara pada Pilkada Kota Bontang 2015, Neni Moerniaeni juga mendaftar dari jalur perseorangan. Ia menggandeng Basri Rase. Neni, istri mantan Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam, saat itu adalah anggota DPR. Neni adalah juga mantan Ketua DPRD Kota Bontang.
Menyorot Pilkada Kutai Kartanegara 2015, Tuah menyebutkan, itu adalah sebuah ”dagelan”. Ketika ada calon yang tersangkut kasus, seperti Rita, menurut Piatur, itu semakin menyurutkan minat publik pada politik. Figur potensial dari kalangan nonpartai juga semakin tidak tertarik maju.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam pilkada tahun 2015 di sembilan kabupaten/kota se-Kaltim, dari 10 pasang calon yang mendaftar dari jalur perseorangan, lima rontok. Hampir semua gagal dalam pengumpulan syarat dukungan KTP.
Dalam pilkada tahun 2015 di sembilan kabupaten/kota se-Kaltim, dari 10 pasang calon yang mendaftar dari jalur perseorangan, lima rontok.
Anggota KPU Kaltim, Ida Farida, menyebutkan, jika ada yang mengumpulkan syarat pada 22-26 November lalu, itu sejarah bagi Kaltim selama menggelar pilgub karena ada calon perseorangan mendaftar.
”Syarat dukungan KTP memang berat bagi calon perseorangan, apalagi sekarang sudah era KTP elektronik. Dobel dukungan nama bisa cepat ketahuan. Peraturannya memang demikian,” tutur Ida.