Meski hari sudah sore puluhan pengunjung seperti enggan keluar dari rimbunan pohon bakau itu. Mereka menikmati udara sejuk dan pemandangan hijau yang alami. Beberapa pengunjung memilih duduk di dermaga kecil yang terbuat dari kayu sambil mengabadikan diri dengan kamera ponsel.
Obyek wisata hutan bakau Kota Langsa, dalam dua tahun belakang kian ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal, nasional, maupun internasional. Taman wisata hutan bakau itu kini menjadi andalan baru Pemerintah Kota Langsa untuk menggaet wisatawan.
Pohon-pohon bakau terlihat tumbuh subur dengan ketinggian beragam. Pohon tertinggi mencapai 10 meter. Pada batang bakau tersemat lempengan seng bertuliskan jenis-jenis bakau. Di antara pohon bakau yang tumbuh alami itu terdapat jalan khusus pejalan kaki dengan lebar 2 meter. Jalan itu dibangun permanen, tinggi dari permukaan air 2-3 meter.
Jalan itu berkelok-kelok menyusup di antara batang bakau. Di beberapa lokasi terdapat saung tempat beristirahat. Puluhan ekor monyet duduk di pagar pembatas dan bergelantungan di pohon menanti makanan dari pengunjung.
Di satu sudut terdapat menara setinggi 20 meter. Menara ini terbuat dari kayu yang kokoh. Namun, karena alasan keamanan, pengunjung yang dibolehkan naik ke sana maksimal 10 orang. Dari menara itu tutupan hutan bakau meneduhkan mata, hijau, dan rimbun.
Hutan bakau itu terletak di Desa Kuala Langsa, sebuah desa pesisir yang berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat Kota Langsa. Transportasi umum menuju ke hutan bakau itu sangat minim, sebaiknya pengunjung membawa kendaraan pribadi atau menggunakan jasa ojek.
Layaknya pemandangan di desa pesisir, rumah-rumah panggung berkonstruksi kayu milik nelayan berjejer di kiri-kanan jalan. Jalan menuju hutan bakau mulus dan lebar.
Untuk masuk ke kawasan wisata itu, tiap pengunjung diwajibkan membeli tiket Rp 2.500. Pada hari biasa, jumlah pengunjung sekitar 300 orang, sementara pada akhir pekan pengunjung mencapai 1.000 orang.
Idul Basyar (28), salah seorang pengunjung dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mengaku kagum menyaksikan hutan bakau di Langsa. Menurut dia, hutan bakau yang masih alami dan terawat sangat langka. ”Bagi saya, hutan bakau ini layak dijadikan pusat wisata alam berbasis lingkungan tingkat nasional,” ujar Idul.
Meski ke Langsa bukan tujuan khusus berwisata, kata Idul, hutan bakau itu wajib dikunjungi bagi siapa saja yang singgah di Langsa. ”Foto-foto hutan bakau ini akan saya posting ke media sosial biar diketahui banyak orang,” ucap Idul yang datang bersama lima temannya.
Namun, menurut Idul, fasilitas pendukung, seperti toilet, tempat berteduh, dan pusat informasi, masih terbatas, padahal fasilitas itu sangat diperlukan pengunjung.
Rudika Yovanda (24), pengunjung dari Kabupaten Pidie, Aceh, mengaku sudah lama ingin melihat hutan bakau itu, tetapi baru kali ini dia sempat singgah. ”Tempatnya sangat teduh dan membuat otak tenang,” kata Rudika.
Hutan bakau seluas sekitar 6.000 hektar itu diproyeksi menjadi obyek wisata berbasis edukasi dan konservasi dengan status hutan lindung. Terdapat 28 jenis bakau di sana, di antaranya bakau minyak (Rhizophora apiculata), pertut buah kecil (Bruguiera sexangula), dan tengar (Ceriop tagal). Hutan ini menjadi hutan bakau dengan jenis terbanyak di Indonesia.
Keseimbangan alam
Wali Kota Langsa Usman Abdullah mengatakan, sebelum dijadikan kawasan wisata, perambahan pohon bakau marak di kawasan itu. Warga lokal menebang bakau menjual untuk bahan baku arang. Perambahan dilakukan secara terang-terangan. Padahal hutan bakau itu sangat penting bagi keseimbangan alam, yakni sebagai benteng abrasi, mencegah air pasang, rumah beragam biota, dan meredam pemanasan global.
”Dengan menjadikan lokasi wisata, hutan tetap terjaga dan warga sekitar juga memperoleh manfaat. Mereka bisa berjualan dan mencari ikan,” kata Usman.
Usman mengalokasikan Rp 3 miliar untuk membangun jalan lingkar di hutan bakau itu. Saat pertama menyampaikan gagasan itu, kata Usman, banyak pihak yang mencibir. Dia dituding menghamburkan anggaran. Namun, Usman bergeming, baginya kerugian yang bakal timbul dari kerusakan hutan bakau itu bisa lebih besar.
”Sekarang banyak yang apresiasi. Secara bertahap hutan bakau ini kami jadikan obyek wisata berbasis edukasi dan konservasi,” ujarnya.