SURABAYA, KOMPAS — Dosen, alumni, dan mahasiswa Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya atau Unesa menggelar pameran Memetri Kriya di Galeri House of Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur, 24 November 2017 hingga 6 Januari 2018. Pameran tersebut bertujuan memperkenalkan karya yang dihasilkan dengan metode tradisional kepada masyarakat.
Ketua Panitia Memetri Kriya Chrysanti Angge, Rabu (22/11), di Surabaya, menyampaikan, pameran tersebut menampilkan 36 karya dari 16 perupa. Karya yang dipamerkan adalah kriya logam, kriya kayu, batik lukis, dan keramik.
”Memetri Kriya,” kata Chrysanti diartikan menjaga atau mempertahankan keaslian teknik pembuatan karya kriya dengan cara tradisional. Semua karya pada pameran tersebut dihasilkan melalui teknik tradisional.
Misalnya, karya kriya logam dihasilkan dengan teknik ukir menggunakan alat pahat ukir logam dan landasan jabung. Adapun karya kriya keramik dihasilkan dengan teknik tekan, kriya kayu menggunakan alat pahat ukir kayu, serta batik dengan canting dan malam.
”Pembuatan karya kriya dengan cara tradisional merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dijaga. Tak hanya itu, teknik tradisional juga harus dikenalkan kepada generasi muda agar warisan ini tidak punah,” ujar Chrysanti.
Pembuatan karya kriya dengan cara tradisional merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dijaga.
Meski dihasilkan menggunakan teknik tradisional, karya kriya pada pameran tersebut berkonsep kekinian. Karya yang dihasilkan Prasatyawan berjudul ”Jathayu Arum”, misalnya, mengangkat kisah pewayangan yang divisualkan dengan sentuhan modern dan unik.
Karya tersebut menggambarkan sosok burung penyelamat Dewi Sinta dalam epos Ramayana. Kata arum berarti mewangi. Hal itu melambangkan sang ksatria yang gugur dalam pertarungan melawan Dasamuka untuk menolong Dewi Sinta.
”Kisah tersebut membawa pesan bahwa dalam melakukan apa pun, manusia harus melakukannya secara sungguh-sungguh agar mendapat hasil yang maksimal,” tutur Prasatyawan.
Karya yang menggunakan kayu mahoni berukuran 60 cm x 150 cm sebagai mediumnya itu diukir menggunakan teknik pahat. Yang menarik, sosok burung penyelamat Dewi Sinta tersebut digambarkan memiliki dua tangan yang menunjukkan gaya metal.
”Meski teknik menghasilkan karyanya tradisional, hasilnya harus mengikuti zaman agar menarik perhatian pengunjung,” katanya.