Mereka Berlari di Simpul Harmoni
Rute lomba lari Bank Jateng Borobudur Marathon 2017 menyajikan paduan unik antara keindahan alam dan kekayaan budaya. Tapak-tapak kaki pelari bakal melintasi kawasan candi, hamparan sawah, dengan panorama pegunungan Menoreh di kejauhan. Mereka diajak menyelami harmoni antara warga Borobudur, warisan budaya, dan alam semesta.
Minggu (19/11) pagi, para peserta Bank Jateng Borobudur Marathon (BJBM) 2017 akan mulai berlari dari Taman Lumbini di kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Para pelari dari tiga kategori berbeda, yakni full marathon sejauh 42 kilometer (km), kategori half marathon sejauh 21 km, dan kategori 10 km, akan mulai dari titik start yang sama secara bertahap.
Salah satu hal yang teristimewa dari rute BJBM 2017 adalah keberadaan tiga candi yang akan dilintasi para pelari. Selain Borobudur, candi Buddha terbesar di dunia, ada Candi Pawon dan Mendut. Apabila ditilik lokasinya, ketiga candi ini berada dalam satu garis lurus sehingga muncul dugaan bahwa ketiganya saling berkait. Dugaan ihwal keterkaitan itu juga dikuatkan kemiripan motif pahatan pada ketiga candi itu.
Candi Pawon merupakan candi Budha yang berada sekitar 2 kilometer (km) arah timur laut Candi Borobudur. Candi ini disebut-sebut sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra (782-812 Masehi) dari Dinasti Syailendra. Nama pawon yang tersemat pada candi itu konon berasal dari kata pawuan atau tempat penyimpanan abu.
Sementara Candi Mendut berjarak sekitar 3 km dari Borobudur. Candi Buddha ini diperkirakan dibangun raja pertama Dinasti Syailendra. Dinasti itu pula yang membangun Candi Pawon dan Candi Borobudur. Dari sisi usia, Candi Mendut diperkirakan lebih tua dari Borobudur.
Hingga kini, tiga candi Buddha itu tetap tegak berdiri di tengah masyarakat sekitarnya yang kebanyakan memeluk agama Islam. Kondisi ini menunjukkan kekuatan harmoni dan penghargaan terhadap perbedaan yang dimiliki masyarakat Borobudur dan sekitarnya. Sayangnya, tidak semua peserta BJBM 2017 akan melewati ketiga candi itu. Hanya peserta full marathon yang akan berlari melewati tiga candi sekaligus. Sementara peserta half marathon hanya melewati Candi Borobudur dan Candi Pawon. Peserta kategori 10 km harus puas dengan panorama Candi Borobudur.
Para peserta 10 km tidak perlu kecil hati. Pasalnya, di sekitar Kilometer 7, mereka akan menemukan pemandangan stupa Candi Borobudur menyembul dari gerumbul pepohonan di sekitar area persawahan. Dari komposisi fotografi, lokasi itu salah satu titik paling pas di rute BJBM 2017 untuk memotret para pelari.
Lorong bambu
Yang tidak kalah memesona dari rute BJBM 2017 adalah panorama alamnya. Race Director BJBM 2017 Andreas Kansil mengatakan, rute BJBM 2017 banyak melewati jalan perdesaan dengan pemandangan yang menawan. "Jalan-jalan perdesaan ini, kan, memang yang banyak dicari para pelari," ujarnya, Rabu (15/11), di Magelang.
Panorama alam yang ciamik di sepanjang rute BJBM 2017 tak terlepas dari kondisi lingkungan Borobudur dan sekitarnya yang masih asri. Keasrian itu muncul berkat kesadaran warga mempertahankan lahan pertanian dan merawat pepohonan yang tumbuh di lingkungan mereka.
Oleh karena menempuh rute paling jauh, para peserta full marathon memiliki kesempatan paling banyak menikmati pemandangan indah di sepanjang lintasan. Di Km 13,5 misalnya, akan ada pohon-pohon rindang yang menaungi hampir seluruh lintasan. Pada Km 22, para pelari kembali mendapati suasana teduh dengan naungan rumpun pohon bambu tinggi. Di sini, pelari seolah berada dalam sebuah lorong.
Sejumlah pemandangan keasrian alam Borobudur dan sekitarnya juga menanti para peserta half marathon. Pada Km 9, peserta disambut hamparan sawah dan pemandangan hijau pegunungan Menoreh. Selain indah, wilayah pegunungan Menoreh juga merupakan tempat bersejarah karena berdasar penuturan warga sekitar, pernah jadi tempat persembunyian dan perjuangan Pangeran Diponegoro dan pasukannya selama Perang Jawa (1825-1830).
"Personal best"
Keindahan rute BJBM 2017 diakui pakar sport science Matias Ibo. Dalam BJBM 2017, Matias diminta panitia penyelenggara untuk melatih para pacer- pelari berpengalaman yang ditunjuk untuk menjaga ritme para peserta lomba-yang bertugas memandu kecepatan peserta lomba lari tersebut. Agar bisa memberi pelatihan maksimal, pada Kamis (16/11) dan Jumat (17/11), Matias menjajal rute BJBM 2017 kategori 10 km dan 21 km.
"Rutenya sangat menyenangkan. Kami melewati perdesaan, sawah, jembatan, dan candi. Udaranya juga segar sehingga sangat bagus untuk paru-paru kita," kata Matias yang pernah menjadi fisioterapis tim nasional sepak bola Indonesia.
Bahkan, konon, sejumlah pelari menyebut rute ini lebih cantik ketimbang lintasan lomba maraton di Phuket, Thailand. Namun, Matias juga mengingatkan ada sejumlah tanjakan dan turunan di sepanjang rute BJBM 2017 yang harus diwaspadai oleh pelari.
"Kalau saat melewati tanjakan, jangan ngebut, perlahan-lahan saja. Saat ada turunan, kita juga harus perlahan-lahan karena banyak kerikil di jalan yang bisa mengganggu telapak kaki," ujarnya.
Meski rute BJBM 2017 diwarnai sejumlah tanjakan, Matias meyakini, para pelari yang sudah berlatih dengan baik sangat mungkin meraih personal best atau waktu tempuh terbaik dalam lomba.
"Salah satu yang mendukung pelari meraih personal best di lomba lari ini adalah faktor cuaca yang tidak terlalu panas sehingga sangat nyaman untuk berlari," katanya. (Haris Firdaus)