MIMIKA, KOMPAS — Sebanyak 766 anak yang berada di Kampung Banti dan Kampung Kimbely di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang dikuasai kelompok kriminal bersenjata, terancam sejumlah penyakit, seperti diare, bronkitis, dan infeksi saluran pernapasan.
Hal itu disebabkan tidak adanya layanan kesehatan di dua kampung tersebut setelah Rumah Sakit Waa Banti ditutup pada 27 Oktober.
Kepala Seksi Penanganan Krisis Kesehatan dan Penyakit pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua Yamamoto Sasarari mengatakan hal itu pada Kamis (16/11).
Yamamoto memaparkan, 766 anak ini terdiri dari 185 anak balita di Kimbely, 135 anak balita di Banti, dan 446 siswa sekolah dasar di Banti. Sementara jumlah anak dan balita di Kampung Utikini belum terdata.
”Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, anak-anak dan balita di sana memiliki riwayat penyakit diare, bronkitis, dan ISPA. Hal ini disebabkan minimnya kesadaran masyarakat akan pola hidup bersih dan sehat,” papar Yamamoto.
Ia mengatakan, nyawa ratusan anak di dua kampung ini terancam apabila tidak segera mendapat layanan kesehatan.
”Saya akan melaporkan data ini ke pimpinan Dinkes Provinsi Papua untuk mencari solusi. Saat ini kami belum berhasil mengirim tim ke sana karena situasi keamanan belum kondusif,” kata Yamamoto.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar di Tembagapura ketika dikonfirmasi mengakui, tidak ada layanan kesehatan di tiga kampung tersebut setelah Rumah Sakit Waa Banti ditutup.
”Seluruh tenaga dokter dan perawat telah dievakuasi dari Rumah Sakit Waa Banti ke Rumah Sakit Tembagapura. Hal ini disebabkan adanya aksi teror kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap mereka,” kata Boy.
Mantan Kepala Divisi Humas Polri ini pun mengungkapkan, ratusan bayi di tiga kampung yang terisolasi juga terancam hidupnya karena tidak mendapat pasokan ASI dari ibunya.
”Para ibu yang memiliki bayi tak bisa menghadirkan ASI yang optimal karena tidak mendapatkan pasokan makanan yang rutin.
Pengiriman bantuan bahan pokok seperti beras dan susu ke tiga kampung ini belum terealisasi karena terhambat aksi teror KKB,” ungkap Boy.
Sebelumnya dalam pemberitaan Kompas pada 12 November, seorang bayi perempuan berusia lima bulan bernama Yuliance Murib meninggal dunia pada Sabtu (11/11) karena kelaparan. Yuliance tidak mendapat pasokan ASI yang cukup dari ibunya.