Polres Nunukan Ungkap Kasus Sabu Jadi Bisnis Keluarga
Oleh
Lukas Adi prasetya
·3 menit baca
NUNUKAN, KOMPAS — Jajaran Polres Nunukan, Kalimantan Utara, terus memburu HN, pengedar sabu skala besar yang terlibat jaringan antarnegara. Kasus ini menguak lagi kenyataan mengenaskan, jual beli sabu dijalankan sebagai bisnis keluarga. Anggota keluarga pun melindungi.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Nunukan Ajun Komisaris M Hasan, Rabu (15/11), mengatakan, diringkusnya dua pengedar, RP (24) dan NV (16), menunjukkan, anggota keluarga tahu dan sadar bahwa ada anggota keluarganya yang menjadi pengedar sabu, tetapi mereka seakan membiarkan.
Secara khusus, sorotan ditujukan kepada NV, perempuan warga Samarinda. NV bertugas menerima sabu dari RP, kemudian sabu diserahkan kepada kakak perempuannya yang berinisial HN. Jajaran Polres Nunukan meringkus RP di Pelabuhan Lintas Batas Laut Liem Hie Djung, Nunukan, seminggu lalu.
RP membawa 1 kilogram sabu yang didapatnya dari seseorang di Tarakan. RP berencana membawa sabu itu ke Samarinda. Dari RP, polisi lalu mengarah ke NV dan menangkapnya. NV, perempuan yang putus sekolah saat SMP, tidak mengelak. NV dan RP pun dijadikan tersangka.
”Sebenarnya, target adalah si kakak (HN). Namun, tertangkapnya si adik (NV) ini sebenarnya tidak perlu terjadi. NV bukan pengguna sabu, ibadahnya juga rajin, tapi dia tahu dan sadar menjadi kepanjangan tangan kakaknya, dan mungkin tak hanya sekali,” tutur Hasan.
Dugaan itu karena HN, yang tinggal serumah dengan NV, termasuk pengedar skala besar. Sabu seberat 1 kg itu sudah memberikan gambaran, seorang pengedar sabu termasuk ”skala” mana. Pengedar yang memegang sabu 1 kg pasti pernah menjadi pengedar skala kecil.
”Kami menangkap NV dan masih memburu HN. Adapun suami HN saat ini berada di penjara gara-gara kasus narkoba. Demikian juga bapaknya NV dipenjara karena kasus narkoba. Jadi, ini seperti keluarga pengedar,” ucap Hasan.
Motifnya sudah bukan lagi ekonomi. Menurut Hasan, kondisi keluarga tersebut tidak berkekurangan, malah sangat berkecukupan. Keluarga itu pun mempunyai mobil.
”Jadi, mereka memang sudah menjalankan bisnis sabu, saling tahu. NV, ya, mungkin saja menyesal, tapi ya sudah telanjur. Bagi kami, dia tetap pengedar meski bukan pengguna. Meski demikian, melihat umurnya belum dewasa, kami akan berikan pendampingan psikologis,” ucapnya.
Kepala Subbagian Humas Polres Nunukan Iptu M Karyadi menambahkan, RP mengaku baru menerima uang Rp 1,5 juta dari seseorang yang menyuruhnya. Polisi mencurigai orang yang dimaksud RP adalah bandar besar di Tawau, Malaysia. Tugas RP hanya mengambil barang di Tarakan.
Berdasarkan catatan Kompas, beberapa kasus menunjukkan bahwa para pelaku (pengedar) masih satu keluarga dan satu rumah. Pada Februari 2015, Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur menggagalkan peredaran sabu di Samarinda seberat 2 kg. Empat orang ditangkap. Dua di antaranya, ANS dan IPA, merupakan pasangan suami-istri.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa para pelaku (pengedar) masih satu keluarga dan satu rumah.
September 2016, enam orang komplotan pengedar sabu diringkus Polres Nunukan, dengan barang bukti 5,051 kg sabu dan 1.000 butir pil ekstasi. Satu orang dari mereka, yakni H (17), berstatus pelajar SMA di Nunukan, yang bertugas mencari kurir pembawa sabu dari Malaysia ke Kalimantan Utara. Namun, yang mengejutkan, H disuruh ibunya yang berada di Tawau, Malaysia. Sebelum tertangkap, H sudah lima kali terlibat penyelundupan sabu.
Juli 2017, Polres Balikpapan meringkus RS (22), warga Kampung Baru, Kota Balikpapan. RS ditangkap karena membantu bapaknya, H, membuka ”loket sabu” di rumahnya. H merupakan residivis yang sudah dua kali dipenjara, semuanya kasus narkoba.