Pemkot Balikpapan Tidak Menolak Transportasi Daring
Oleh
LUKAS ADI PRASETYA
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tidak melarang kehadiran transportasi daring karena memang itu diperlukan masyarakat. Jika nantinya muncul aplikasi-aplikasi buatan warga Balikpapan dan mereka mau berkoordinasi, hal itu akan disambut positif.
Kepala Dinas Perhubungan Balikpapan Sudirman Djayaleksana mengatakan hal itu saat menerima Forum Diskusi Balikpapan, Jumat (3/11).
Ada 15 orang dari forum tersebut, mayoritas perempuan dari berbagai organisasi, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), akademisi, serta pengemudi taksi dan ojek daring.
”Taksi daring tidak dilarang, tetapi harus menaati aturan. Ojek daring juga baru disiapkan peraturan wali kota, yang nantinya juga akan mengatur soal ojek (pangkalan). Benar, teknologi memang tidak bisa dibendung, tetapi harus taat aturan,” kata Sudirman.
Masalah, menurut dia, awalnya dipicu karena operator/aplikator angkutan daring seenaknya masuk Balikpapan tanpa permisi. Ia mengibaratkan itu seperti ada tamu nyelonong masuk rumah tanpa permisi, tanpa menyapa, dan malah berjualan.
”Oktober 2016, atau setelah keluarnya Permenhub Nomor 32 Tahun 2016, aturan awal soal transportasi daring, kami sudah mengundang operator. Saat itu, di Balikpapan baru ada Go-Jek,” kata Sudirman.
Februari 2017, Pemkot menyegel kantor Go-Jek Balikpapan. Namun, sampai dua operator lainnya muncul, Uber dan Grab, tetap tidak ada yang kooperatif dengan Pemkot Balikpapan. Sampai kemudian muncul Permenhub 26/2017 yang lalu direvisi dan menjadi Permenhub No 108/2017.
Ketika urusan kuota diserahkan pusat ke daerah, barulah pihak operator, menurut Sudirman, mulai terlihat agak mengubah sikap. Dishub Balikpapan mengajukan kuota 150 mobil saja untuk taksi daring. Dishub Provinsi Kaltim menyetujui. Kuota 150 kendaraan ini sudah melalui kalkukasi matang.
”Kuota bisa nanti ditambah, tetapi operator, ya, kooperatif, dong, dan taat aturan. Jangankan dikasih banyak, dikasih kuota 150 saja operator tidak ada yang mengurus,” ujar Sudirman.
Juru Bicara Forum Diskusi Balikpapan Chita Wijaya mengatakan, pihaknya akan menelaah lebih lanjut apa yang disampaikan Sudirman. Chita juga akan mengagendakan diskusi lagi di tingkat internal untuk mencermati apa yang terjadi selama tiga bulan masa transisi Permenhub Nomor 108/2017 yang dijalankan mulai 1 November lalu.
Satu hal yang pasti, menurut Chita, hiruk-pikuk transportasi daring, salah satunya disebabkan lambatnya pemkot dan pemprov mengantisipasi. Sebelum Balikpapan, kota-kota di Jawa sudah mulai ada gesekan antara pihak pro dan kontra.
”Tinggal menunggu waktu itu terjadi di Balikpapan. Tapi tidak diantisipasi secara tegas sejak awal. Jika itu dilakukan dari awal, Balikpapan tidak perlu mengalami gesekan-gesekan antara pihak yang pro dan yang kontra. Masyarakat yang dirugikan,” kata Chita.
Sementara itu, dalam diskusi terlontar apakah ada peluang aplikasi lokal buatan warga Balikpapan bisa muncul. Setidaknya itu bisa menjadi opsi bagi masyarakat, selain tiga operator taksi daring yang sudah ada.
Sudirman menjawab itu bisa dan akan disambut baik jika menaati aturan dan kooperatif. ”Malah bagus kalau ada warga bisa bikin aplikasi,” kata Sudirman.
Dalam kesempatan itu, Chita juga menyampaikan apa kesimpulan dan saran yang dihasilkan dari diskusi forum tersebut, Senin (23/10). Diskusi itu menyoal transportasi dari sudut pandang perempuan. Di tengah diskusi, ada perwakilan pihak Grab yang hadir dan ikut mendengarkan jalannya diskusi.