Rp 3,8 Triliun Penerimaan Tak Tertagih
MEDAN, KOMPAS — Sebanyak Rp 3,8 triliun penerimaan negara bukan pajak tidak dapat ditagih dari perusahaan pertambangan. Sebagian besar dari perusahaan yang menunggak tidak jelas lagi alamat dan pemiliknya. Selain itu, ada pula yang tidak membayar karena merugi dan perusahaan itu akhirnya tutup.Pada masa depan, pemerintah harus mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan izin tambang. Kerugian negara berlipat ganda jika perusahaan menunggak kewajiban.Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk Penyelamatan Kawasan Hutan dari Ancaman Tata Kelola Pertambangan Buruk di Sumatera Utara, di Medan, Senin (30/10). Hadir Kepala Departemen Kajian, Pembelaan, dan Hukum Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi, Ketua Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumut Zubaidi Ahmad, dan Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan.Zenzi menyatakan, peralihan wewenang penerbitan izin pertambangan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi harus dijadikan momentum memperbaiki pertambangan di Indonesia. "Perusahaan yang tidak membayar kewajiban hampir semua perusahaan yang dapat izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah kabupaten/kota," katanya.Sejumlah bupati atau wali kota menerbitkan izin hanya karena kedekatan politik dan kekerabatan. Tidak sedikit pula izin pertambangan diberikan di hutan.Dian Patria menyatakan, piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tidak tertagih hingga September 2017 sebesar Rp 3,8 triliun, baik dari perusahaan pemegang IUP maupun kontrak karya. Piutang antara lain terdiri atas iuran tetap, iuran produksi, dan bagi hasil tambang. Dari total 10.432 IUP saat ini, sekitar 40 persen di antaranya atau 4.276 IUP bermasalah. Zubaidi mencontohkan, ada dua perusahaan tambang di Sumut yang menunggak PNBP empat tahun terakhir. (nsa)