logo Kompas.id
NusantaraPro-Kontra Soal Aturan Daring
Iklan

Pro-Kontra Soal Aturan Daring

Oleh
· 3 menit baca

SEMARANG, KOMPAS — Peraturan Menteri Perhubungan PM 26 Tahun 2017 soal pengaturan kendaraan daring menimbulkan pro-kontra. Pada satu sisi, pemerintah diminta berhati-hati agar tidak mematikan aktivitas bisnis yang sudah terlalu besar. Sementara di sisi lain, pengemudi daring juga harus mau diatur agar tidak terus menimbulkan gesekan.Demikian rangkuman pendapat dari sejumlah pihak menanggapi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Sabtu (21/10), dalam sosialisasi di sejumlah daerah.Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, di sela-sela Sosialisasi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Pengganti PM 26 Tahun 2017, pemerintah pusat bakal menerapkan tarif batas atas dan bawah tidak hanya bagi angkutan berbasis aplikasi daring, tetapi juga angkutan konvensional. Selain mengurangi potensi persaingan harga di antara dua jenis angkutan tersebut, kebijakan itu juga dimaksudkan untuk melindungi konsumen. Ketentuan yang berlaku saat ini, untuk Wilayah I (Sumatera, Jawa, dan Bali), Rp 6.000 per kilometer (km) dan batas bawah Rp 3.500 per km. Wilayah II (Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua), batas atas Rp 6.500 per km dan batas bawah Rp 3.700 per km. Untuk PM pengganti yang bakal berlaku 1 November, Kemenhub akan mengkaji ulang apabila ada penyesuaian.Batas atas untuk melindungi masyarakat agar tarif tak melambung seperti pada jam-jam sibuk. Sementara batas bawah, kata Soegihardjo, untuk menjaga persaingan usaha yang sehat. Jangan sampai, mereka yang memiliki modal kuat melakukan banting harga sehingga kompetitor-kompetitor kecil mati.Ditambahkan Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan Syafrin Liputo, Sabtu, di Medan, Sumatera Utara, diharapkan angkutan berbasis aplikasi mau membuka diri untuk diatur. Konflik antara angkutan berbasis aplikasi dan angkutan konvensional dengan adanya aturan itu dapat diredam jika semua pihak mematuhinya. Menurut Syafrin, substansi peraturan menteri perhubungan itu mengatur angkutan berbasis aplikasi tentang tarif batas atas/bawah, wilayah operasi, kuota, kepemilikan kendaraan bermotor atas nama badan usaha, dan uji kelaikan kendaraan. "Aturan ini mengedepankan keselamatan, keamanan, keberlangsungan usaha, dan perlindungan konsumen," katanya.Berhati-hatiNamun, kebijakan itu ditanggapi beragam oleh kalangan pelaku transportasi berbasis daring. Mereka menilai, pembatasan kuota jumlah kendaraan dan keharusan membuat badan hukum koperasi memusingkan para pengemudi mobil dan motor daring di Kalimantan Timur."Hanya di Balikpapan ada sekitar 2.000 mobil dan 7.000 motor. Artinya, ada 9.000-an pengemudi di tiga perusahaan aplikasi. Mungkin malah sudah 10.000-an pengemudi," ujar Albert Pagaruli, Ketua Asosiasi Driver Online Kaltim, Sabtu. Dinas Perhubungan Kaltim telah menetapkan kuota 975 kendaraan. Bagi Albert, jika kuota dijalankan, pengangguran skala besar terjadi."Sekitar 75 persen driver atau mitra sudah bekerja penuh, bukan lagi sampingan. Kami berharap kuota dari pemprov bisa diubah dan peraturan menteri juga mengakomodasi. Kami paham kalau memang sudah kebanyakan dan perlu kuota, tetapi harus dicari cara yang lebih adil," ujar Albert.Ketua Asosiasi Pengemudi Angkutan Daring Sumatera Selatan Yoyon di Palembang mengatakan, ada beberapa poin dalam peraturan menteri yang cukup mengkhawatirkan. Poin itu adalah pemasangan stiker di sejumlah sisi mobil. Ia khawatir karena stiker itu akan menjadi "tanda" yang dapat mengancam pengemudi. "Kami meminta jaminan kepolisian dan pemerintah bahwa tidak ada aksi serupa jika ada pemasangan stiker," ujar Yoyon. Belum lagi bicara soal kuota yang ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing. Saat ini, sudah ada 2.500 angkutan berbasis daring di Palembang. "Saya khawatir apabila kuota yang ditetapkan hanya sebanyak 1.500 kendaraan, bagaimana pengemudi yang lain," ujarnya. Untuk itu, ujar Yoyon, perlu ada komunikasi antara pemerintah dan instansi terkait menentukan batas kuota yang tidak merugikan bagi semua pihak. Yoyon juga meminta pemerintah berkomunikasi dengan aplikator untuk tidak lagi merekrut pengemudi secara besar-besaran.(PRA/RAM/NSA/DIT/SEM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000