Pergerakan Angkutan Barang dengan Muatan Berlebih Akan Diperketat
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah mempertegas pengaturan angkutan barang, termasuk toleransi muatan di jalan raya, melalui regulasi peraturan menteri yang bakal terbit akhir tahun. Lemahnya pengawasan terhadap angkutan barang dinilai mempercepat laju kerusakan kendaraan dan infrastruktur jalan.
Kepala Subdirektorat Angkutan Barang Direktorat Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Deny Kusdyana mengatakan, muatan berlebih pada angkutan barang menjadi masalah utama yang berdampak buruk pada kelaikan kendaraan dan infrastruktur jalan. Pemerintah kini menyiapkan regulasi yang diharapkan bakal menata truk-truk untuk mengangkut barang sesuai kapasitas.
”Regulasi akan tertuang dalam peraturan menteri yang ditargetkan rampung akhir 2017. Itu sekaligus menggantikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan,” kata Deny di sela-sela pembahasan Rancangan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/10).
Menurut Deny, dua fokus utama aturan tersebut yakni soal kelebihan muatan dan tarif. Selama ini, kedua hal tersebut tidak tersentuh sehingga operator berlomba-lomba untuk bersaing secara tidak sehat.
Pada jalan kelas I, yang hanya mampu menahan beban dengan muatan sumbu terberat 10 ton, misalnya, banyak didapati truk mengangkut beban hingga dua kali lebih berat. Hal ini tentu mempercepat kerusakan infrastruktur. Perbaikan jalan akhirnya memakan biaya besar.
Deny menambahkan, sistem informasi juga menjadi poin dalam pembahasan. ”Dengan sistem informasi lebih baik, diharapkan pergerakan angkutan lebih efektif. Misalnya, truk dari Jakarta ke Semarang tidak kosong saat kembali ke Jakarta, tetapi mengangkut muatan barang. Ini bisa dibantu dengan sistem IT,” ujarnya.
Lebih lanjut, dengan perbaikan sistem informasi, pendataan muatan barang setiap kendaraan juga dapat terdata baik. Selama ini, menurut Deny, pihaknya tidak dapat mendeteksi berat muatan kendaraan secara optimal, termasuk kendaraan angkutan barang yang melintas di jalur pantai utara Jawa.
Pengawasan lemah
Selain itu, lemahnya pengawasan juga menjadi hal yang disoroti Kementerian Perhubungan. Dengan adanya revisi atau peraturan pengganti Keputusan Menteri Perhubungan No 69/1993, diharapkan bakal ada sinergitas antarkementerian dan lembaga, termasuk terkait pengawasan angkutan barang.
Seiring rencana penerbitan peraturan menteri tersebut, Kemenhub telah mereaktivasi jembatan timbang. Hal itu tindak lanjut Undang-Undang No 23/2014 yang menyebutkan kewenangan jembatan timbang dialihkan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
”Kami juga memperbarui sistem informasi. Jembatan timbang nantinya murni sebagai alat pengawasan, bukan sumber PAD (pendapatan asli daerah),” kata Deny.
Deny mengatakan, hingga 30 September, ada 26 jembatan timbang yang diaktifkan dalam rangka uji coba. Tujuh di antaranya merupakan proyek percontohan yang dikelola pihak swasta, yaitu Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jateng dan UPPKB Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng Chandra Budiwan menuturkan, selama ini ada kekosongan hukum terkait penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor. Menurut dia, Keputusan Menteri Perhubungan No 69/1993 sudah dianggap tak berlaku.
Aptrindo mendukung penataan, seperti operator yang harus memiliki tempat penyimpanan atau garasi. ”Namun, harus ada penyederhanaan. Misalnya, tempat penyimpanan garasi ini tidak harus diberlakukan izin gangguan. Kebijakan pemerintah pun diharapkan dapat adil bagi semua elemen,” katanya.