BLITAR, KOMPAS — PT Greenfields mendatangkan 2.150 sapi perah dari Melbourne, Australia, ke peternakan baru mereka di Ngadirenggo, Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Sapi-sapi itu didatangkan untuk menambah kapasitas produksi susu di pabrik mereka dan mendorong peningkatan produksi susu segar dalam negeri.
Sapi-sapi betina impor itu kini menjalani karantina di peternakan Wlingi setelah menjalani perjalanan laut selama 11 hari dari Melbourne. Sapi-sapi itu kini ditempatkan di kandang baru dengan sistem ventilasi terbuka.
Heru Prabowo, Head of Dairy Farm Indonesia PT Greenfields, mengatakan, impor sapi betina dari Australia ke Indonesia merupakan momen penting karena merupakan jumlah impor sapi dara terbesar di Indonesia yang dilakukan dalam satu ekspedisi oleh perusahaan swasta. Sapi-sapi itu nantinya akan menjadi indukan dari sapi perah yang akan dikembangkan PT Greenfields.
”Impornya cukup sekali, selanjutnya kami kembangkan anak-anaknya sebagai sapi perah. Nantinya, akan ada 9.000 sapi perah di peternakan Wlingi,” ujar Heru dalam acara penyambutan kedatangan sapi perah dari Australia di Wlingi, Blitar.
Hadir dalam acara penyambutan itu Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Pertanian Fini Murfiani, Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Perekonomian Jafi Alzagladi, Konsul Jenderal Australia di Surabaya Chris Barnes, dan Bupati Blitar Rijanto.
Peternakan Wlingi merupakan peternakan baru milik PT Greenfields. Peternakan seluas 172 hektar itu didanai dengan investasi 43 juta dollar AS. Sebelumnya, produsen susu segar itu telah mempunyai peternakan di daerah Gunung Kawi, Malang. Peternakan pertama di Malang itu telah memproduksi susu sebanyak 46.000 ton per tahun atau menyumbang 5 persen dari produksi susu segar nasional.
Ketika peternakan itu sudah beroperasi sepenuhnya, Greenfields akan dapat berkontribusi sebesar 14 persen dari total produksi susu segar dalam negeri. Kenaikan produksi itu secara otomatis mengurangi kebergantungan pada susu impor.
Susu impor
Dalam kesempatan itu, Fini mengatakan, Indonesia masih bergantung pada susu impor. Dari kebutuhan sebanyak 3,8 juta ton susu per tahun, pasokan susu segar dalam negeri hanya sekitar 22 persen. Sisanya diimpor dari luar negeri. ”Mengimpor susu segar dari luar negeri sangat mahal, karena itu susu yang datang berbentuk bubuk. Dari segi kualitas, susu segar jauh lebih baik,” ucapnya.
Fini optimistis, pada tahun 2020 susu segar produksi Indonesia bisa memenuhi 40 persen dari kebutuhan dalam negeri. Salah satu cara untuk menggenjot produksi susu segar nasional adalah dengan mengajak industri susu bermitra dengan peternak lokal.
”Kami juga mendukung langkah Greenfields mengembangkan peternakannya. Dengan cara itu, produksi susu segar nasional akan bertambah,” katanya.
Jafi menambahkan, peternakan Greenfields di Wlingi diharapkan turut membangkitkan ekonomi lokal. ”Masyarakat yang ada di sekitar peternakan Greenfields bisa menyuplai hijauan pakan ternak yang akan dimanfaatkan oleh perusahaan. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan yang basisnya di pedesaan,” tuturnya.
Chris Barnes mengatakan, pengembangan sapi perah menjadi bentuk kerja sama yang menguntungkan bagi Indonesia dan Australia. Kerja sama itu tidak hanya sebatas pada pemenuhan nutrisi masyarakat, tetapi juga perdagangan internasional. PT Greenfields selama ini diketahui telah mengekspor susu ke negara-negara Asia Tenggara dan Hongkong.
Rijanto menambahkan, peternakan sapi perah di Blitar juga bisa dijadikan sebagai destinasi wisata baru di Blitar. Wisata sapi perah itu akan berpadu dengan wisata kebun teh dan kopi di Wlingi.