Masyarakat Diminta Waspadai Penghimpunan Dana Ilegal
Oleh
Siwi Yunita Cahyaningrum
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS - Masyarakat diminta waspada terhadap praktik-praktik penghimpunan dana berkedok pelatihan untuk praktik perdagangan berjangka. Praktik-praktik itu biasanya dilakukan di daerah-daerah dan memanfaatkan kekurangtahuan warga atas sistem kerja industri perdagangan berjangka.
Fajar Wibhiyadi Pelaksana Tugas Direktur Utama Kliring Berjangka Indonesia mengatakan pihaknya menemukan banyak praktik penghimpunan dana di daerah-daerah dengan kedok perdagangan berjangka. Mereka menjanjikan pemasukan yang stabil atau fix income, dengan jumlah perolehan yang besar. Padahal mereka tak mempunyai legalitas dalam praktik investasi itu.
“Mereka sangat gencar beriklan di radio dan televisi lokal, bahkan mengadakan seminar-seminar di hotel. Mereka juga menampilkan testimoni dari para nasabah yang membuat warga tergiur. Saat terdeteksi dan diperiksa mereka berkelit, bahwa praktik yang mereka lakukan hanyalah upaya mengedukasi masyarakat, tidak ada penghimpunan uang,” kata Fajar.
Fajar mengatakan hal itu saat ditemui di pelatihan bertema \'Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Perdagangan Berjangka Komoditi\', mulai Jumat (6/10) hingga Minggu (8/10). Pelatihan itu diadakan oleh PT Bursa Berjangka Jakarta bekerja sama dengan PT Kliring Berjangka Indonesia Persero, di Malang, Jawa Timur.
Fajar pun meminta agar masyarakat waspada. Jika tertarik dengan perdagangan berjangka, maka warga harus mengecek kelegalan perusahaan pialang berjangka itu. Untuk mengetahui legalitas perusahaan, warga bisa mengecek ke website Badan Pengawas Perdagangan Jangka Komoditi langsung. Di website itu, perusahaan sekaligus pialang legal tercatat.
Perusahaan penghimpun dana ilegal juga bisa diketahui dari cara mereka mempromosikan programnya. Salah satunya adalah menjanjikan keuntungan yang besar, tapi tak masuk akal. “Masyarakat bisa ikut jual beli saat sudah menyetor uang, tapi bisa jadi transaksi yang dilakukan warga tak didaftarkan,” kata Fajar.
Jika tertarik dengan perdagangan berjangka, maka warga harus mengecek kelegalan perusahaan pialang berjangka itu. Untuk mengetahui legalitas perusahaan, warga bisa mengecek ke website Badan Pengawas Perdagangan Jangka Komoditi langsung. Di website itu, perusahaan sekaligus pialang legal tercatat.
Bisa jadi perusahaan itu memakai uang warga untuk menerapkan skema ponzi. Keuntungan awal yang didapatkan biasanya besar, namun akhirnya merugikan masyarakat sendiri. Kasus PT First Travel adalah salah satu contoh praktik skema ponzi yang dilakukan di Indonesia.
Bachrul Choiri Kepala Badan Pengawas Perdagangan dan Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan mengatakan untuk mencegah adanya praktik penipuan yang merugikan masyarakat, pihaknya melakukan monitoring. Jika ditemukan ada perusahaan yang melakukukan praktik penggalangan dana illegal, ia meminta segera dilaporkan.
Selama tahun 2017 Bappebti sudah menindak enam perusahaan yang melakukan praktik penggalangan dana. Pada 2016 jumlahnya lebih besar lagi, mencapai puluhan. Sebagian besar perusahaan itu berbentuk web. Hanya saja, penindakan atau penutupan web perusahaan illegal terus diikuti dengan tumbuhnya web ilegal lain.
Kini tindakan yang dilakukan Bappebti antara lain melakukan pendekatan persuasif, agar tak tumbuh praktik penipuan yang merugikan warga. Langkah selanjutnya adalah pemanggilan dan pemeriksaan terhadap perusahaan tersebut.
Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Stefanus Paulus Lumintang mengatakan Industri perdagangan berjangka aman, asalkan dilakukan sesuai dengan ketentuan. Ia pun optimistis transaksi di bursa berjangka akan meningkat seiring dengan meningkatnya pemahaman dan keikutsertaan masyarkat.
PT Bursa Berjangka Jakarta juga menggandeng perguruan tinggi untuk mengenalkan sistem perdagangan berjangka komoditi. perguruan tinggi yang telah digandeng salah satunya Universitas Sriwijaya di Palembang. Universitas itu memberlakukan mata kuliah Perdagangan Berjangka sebanyak tiga SKS. Di Malang, universitas yang sudah bekerja sama yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malang Kucecwara.