Penangkaran Ikan Arwana Rusak akibat Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai
Oleh
Syahnan Rangkuti
·3 menit baca
MUARA FAJAR, KOMPAS — Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Riau, Seksi I yang menghubungkan Kota Pekanbaru dengan Minas di Kabupaten Siak ternyata menimbulkan dampak kerusakan lingkungan di sekitarnya. Sebuah lokasi penangkaran ikan arwana (Scleropages formosus) yang berada di pinggir jalan tol rusak akibat pencemaran sumber air yang sebelumnya diuruk untuk pembangunan jalan.
”Tadi malam puluhan ikan arwana indukan di kolam penangkaran saya mati lagi. Ini merupakan yang ketiga kalinya sejak pembangunan jalan tol di lokasi dekat sumber air kami. Pelaksana pembangunan jalan tol menimbun bagian jalan yang dulunya rawa yang masih menjadi sumber air kolam arwana saya. Saya mengalami kerugian miliaran rupiah, tetapi kontraktor jalan tol dari PT Hutama Karya seakan tidak peduli,” ujar Darwin Susandi, pemilik penangkaran arwana yang dihubungi di lokasi kolamnya di Muara Fajar, perbatasan Kota Pekanbaru pada Senin (25/9).
Menurut Darwin, usahanya yang sudah dibangun sejak 14 tahun lalu itu kini berada di ambang kehancuran. Kondisi itu disebabkan kontraktor jalan tol menguruk tanah persis di sekitar sumber air kolamnya. Akibat peningkatan muka tanah, pada Mei sumber air itu meluap dan menimbulkan banjir sehingga lebih dari 100 arwana Darwin hilang terbawa air.
Pada Juli 2017, sebanyak 67 arwana lainnya mengapung mati akibat kondisi air yang tercemar lumpur dan sampah. Kadar air menjadi lebih asam, mencapai pH 5. Pada Minggu malam kemarin, pH air kembali turun sehingga menyebabkan sekitar 20 ikan mati.
Darwin memelihara arwana indukan berbagai jenis, terutama berwarna emas, perak, dan emas kemerahan di 11 kolam berukuran 6 x 30 meter. Satu kolam memiliki 30-40 ekor indukan. Seluruh indukan berusia di atas 10 tahun dengan panjang rata-rata 60 cm. Harga satu ekor induk arwana berkisar dari Rp 15 juta sampai Rp 40 juta.
Usaha Darwin adalah menjual anakan arwana. Namun, sejak Maret 2017, bertepatan dengan pembangunan jalan tol, usahanya terhenti karena tidak ada lagi induk yang berhasil menetaskan telur.
Berdasarkan pengamatan Kompas, lokasi penampungan air yang menjadi sumber air kolam Darwin memang berada persis di pinggir jalan tol. Sumber air itu berada di posisi cekungan rendah. Tol Seksi I Pekanbaru-Minas memiliki tofografi berbukit, naik dan turun. Semula sumber air kolam Darwin berupa rawa-rawa yang memanjang dan melintang di atas rencana jalan tol. Setelah tol dibangun, sebagian rawa yang melintang di atas badan jalan diuruk dengan tanah untuk mempertinggi permukaan jalan. Akibatnya, tanah beserta kotoran mencemari sumber air Darwin.
”Selama 14 tahun saya membuka usaha kolam ini belum pernah ada kejadian seperti sekarang. Air yang masuk ke kolam saya sekarang ini mengandung lumpur, padahal awalnya agak kehitaman karena mengandung air gambut yang sesuai dengan habitat arwana,” kata Darwin.
Menurut Darwin, dia sudah mengajukan keberatan dan protes terhadap pelaksana pembangunan jalan tol dari perusahaan PT Hutama Karya. Dia mengatakan sudah bertemu dengan seorang penanggung jawab lapangan bernama Bambang, yang pernah berjanji akan mencari solusi permasalahan.
”Jangankan solusi atau jalan keluar. Sekarang ikan saya mati. Tadi pagi orang Hutama Karya datang ke tempat saya, tetapi cuma melihat-lihat saja tanpa memberi solusi,” ujar Darwin.
Michael, penanggung jawab lapangan PT Hutama Karya yang ditemui di kantor Muara Fajar, tidak bersedia memberikan keterangan terkait pencemaran sumber air kolam Darwin. Menurut Michael, dia hanya bertanggung jawab terhadap urusan teknis pembangunan jalan tol semata. Adapun urusan lain di luar konstruksi jalan merupakan urusan bagian umum. Meski demikian, Michael mengetahui persoalan pencemaran air yang menimpa kolam arwana milik Darwin.