MANADO, KOMPAS — Kapal angkutan Super Shuttle Roro 12, yang dioperasikan Asian Marine Transport Corporation Filipina, belum diminati. Kapal roro itu menghubungkan jalur perdagangan Davao-General Santos-Bitung, Sulawesi Utara, yang tadinya dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di perbatasan.
Sekretaris Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP EAGA) Provinsi Sulawesi Utara Shelley Sondakh, Selasa (19/9), mengatakan, operasional kapal roll on/roll off (roro) dari Davao ke Bitung tetap akan berlangsung walaupun sebelumnya telah terhenti selama hampir lima bulan.
”Kami telah bertemu dengan pengelola kapal roro di Davao. Mereka menyatakan tetap sabar menunggu pengusaha Indonesia memanfaatkan kapal mereka,” kata Shelley. Keseriusan pengusaha kapal itu dapat dilihat dari puluhan kontainer kosong yang disiapkan di Pelabuhan Peti Kemas Bitung.
Kapal Super Shuttle Roro yang menghubungkan Davao-General Santos-Bitung diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada 30 April lalu. Akan tetapi, saat kapal itu merapat di Pelabuhan Bitung pada 2 Mei, ternyata angkutan barang dari Bitung ke Davao kosong.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan Sulut Darwis Muksin optimistis kapal roro dapat beroperasi kembali menyusul berbagai pertemuan bisnis di Jakarta dan Manado antara pengusaha Indonesia dan Filipina. Pertemuan itu telah menginventarisasi barang yang dapat diekspor atauoun diimpor melalui Pelabuhan Bitung.
Menurut Darwis, saat diresmikan, operasional kapal roro belum tersosialisasi kepada pengusaha Sulawesi Utara ataupun pengusaha lain di kawasan timur Indonesia.
Pengusaha Manado, Detty Worek, mengatakan, dirinya pernah menjajaki pengiriman aspal dari Bitung ke Mindanao, Filipina. Namun, pengiriman itu batal setelah kapal roro berhenti beroperasi. ”Masak hanya sekali datang, padahal kami telah negosiasi aspal diangkut pakai roro,” katanya.
Terhentinya operasional kapal roro itu seperti mengulang kegagalan kapal angkutan Maersk Line yang melayari Bitung-Tanjung Pelepas, Malaysia, tahun 2014. Maersk Line kemudian menutup jalur tersebut pada pertengahan tahun 2016 disebabkan ketiadaan muatan, terutama angkutan ikan dari Bitung.
Ekspor ikan dari Bitung turun drastis setelah industri perikanan terpuruk akibat kebijakan perikanan nasional yang melarang alih muat pada November 2014.
Asisten Bidang Perekonomian Pemprov Sulut Rudy Mokoginta mengatakan, rute Davao-Bitung sangat kompetitif karena jarak dan waktu tempuh yang lebih singkat ketimbang melalui Jakarta atau Surabaya sehingga dapat mengurangi biaya transportasi dan logistik.
Rute Bitung-Davao hanya membutuhkan waktu tempuh 1,5 hari, lebih singkat dibandingkan dengan rute Bitung-Surabaya/Jakarta-Manila-Davao yang membutuhkan setidaknya 1-2 minggu. ”Kami berharap kapal ini beroperasi lagi,” katanya.