logo Kompas.id
NusantaraPerhutanan Sosial Picu...
Iklan

Perhutanan Sosial Picu Kontroversi

Oleh
· 2 menit baca

BANDUNG, KOMPAS — Program perhutanan sosial pada lahan milik Perum Perhutani memicu pro-kontra di antara pemangku kepentingan, khususnya di Jawa Barat. Pihak yang kontra khawatir program bagi- bagi hak pengelolaan hutan kepada masyarakat itu akan memperparah kerusakan ekologis di hutan-hutan Jabar karena sulit diawasi.Sebaliknya, yang pro menilai program ini jadi kesempatan masuknya rehabilitasi hutan dengan melibatkan masyarakat. "Program perhutanan sosial dilakukan pada lahan-lahan telantar yang tingkat pepohonannya di bawah 10 persen," ujar Taufan Suranto dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda dan Haerudin Inas dari Walhi Jabar, Jumat (8/9), di Bandung.Dalam perbincangan dengan sejumlah pihak terkait penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial yang dikoordinasi musisi legendaris Acil Bimbo intinya menyimpulkan, program bagi-bagi hutan tanpa kontrol bakal memperparah bencana alam di Jabar.Provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia ini punya karakteristik wilayah khas yang didominasi kawasan pegunungan dan perbukitan. Sekitar 280.000 hektar di antaranya berada pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Contohnya, Gunung Rakutak di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai Citarum yang kini dijadikan lokasi perhutanan sosial, berketinggian lebih dari 1.000 mdpl dengan topografi curam.Hikmat Ramdan, pemerhati lingkungan dari Institut Teknologi Bandung, menyatakan, kompleksitas struktur geologi, jenis tanah, curah hujan, dan topografi menjadikan kawasan Jabar, termasuk Bandung selatan, memiliki tingkat kerentanan bencana yang tinggi. "Karena itu, diperlukan kehati-hatian dan menentukan pola pemanfaatan sumber daya lahan," ujarnya.Penunjukan lokasi perhutanan sosial pada hutan lindung di hulu DAS Citarum dikhawatirkan akan meningkatkan peluang bencana alam, terutama longsor dan erosi di Kecamatan Ibun dan Pacet, Kabupaten Bandung. Komunitas Forum Jaga Lembur dipimpin Acil Bimbo sudah bertahun-tahun melakukan advokasi tentang makin kritisnya kawasan hulu Sungai Citarum itu.Bencana banjir dan sedimentasi yang setiap musim hutan terus meningkat di aliran Sungai Citarum akan memperparah Cekungan Bandung dan Waduk Saguling, penampung pertama air Citarum. Di Saguling terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Air yang memasok listrik pada interkoneksi Jawa-Bali. Praktisi hukum Roedy M Wiranatakusumah dan Yuniarti Chandra melihat, Permen No 39/2017 bertentangan dengan UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah. Penyusunan permen mengabaikan uji publik yang melibatkan para pemangku kepentingan pengelolaan hutan-lingkungan hidup, terutama di daerah. (DMU)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000