Terus Berlangsung, Perburuan Peninggalan Sriwijaya
Oleh
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Keberadaan harta karun yang diduga dari zaman Kerajaan Sriwijaya di Kecamatan Cengal dan Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, kian terancam setelah ditemukan masyarakat pada tahun 2015. Pemerintah diminta melindungi keberadaan situs itu dari jarahan warga demi pemahaman sejarah dan ilmu pengetahuan.
”Situs dan temuan itu merupakan sumber ilmu pengetahuan penting untuk mengungkap misteri sejarah Sriwijaya yang banyak belum diketahui. Selama ini, sumber sejarah Sriwijaya banyak berasal dari wilayah Palembang dan Jambi. Ternyata, dengan temuan ini, Sriwijaya pernah berada pula di kawasan pesisir timur Sumsel,” ujar arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, di Palembang, Rabu (30/8).
Kepala Desa Cengal, Kecamatan Cengal, Bahar Usman menuturkan, harta karun yang diduga dari zaman Sriwijaya itu pertama kali ditemukan warga yang mencari kayu di lahan gambut yang mengering pada pertengahan 2015. Temuan pertama saat itu salah satunya adalah cincin emas.
Setelah penemuan itu, banyak warga berdatangan ke lokasi tersebut. Mereka berduyun-duyung mencari harta karun di sana. Jumlah pencarinya puluhan orang dari Desa Cengal dan sekitarnya. Benda yang ditemukan beragam, antara lain perhiasan logam, perhiasan batu, pecahan keramik/gerabah, dan patung. ”Semua temuan itu mereka jual. Ada yang dijual ke kolektor dan ada yang dilebur di toko emas,” ujarnya.
Menurut Retno, pihaknya juga menemukan barang-barang serupa di Tulung Selapan pada 2012. Bahkan, jauh sebelum itu pada 2000, mereka sudah menemukan sejumlah barang bersejarah di Kecamatan Air Sugihan dan Desa Karang Agung, Kecamatan Jejawi, Ogan Komering Ilir. Semua wilayah itu, termasuk Kecamatan Cengal, berada di pesisir timur Sumsel yang menghadap langsung Selat Bangka.
Retno menyampaikan, temuan-temuan itu diduga dari masa Sriwijaya dan pasca-Sriwijaya. Berdasarkan hasil uji karbon dari sampel temuan tertua di empat lokasi itu, prasasti timah bertulisan aksara Sumatera kuno berasal dari abad ke-14 atau masa pasca-Sriwijaya di Cengal.
Pihaknya juga menemukan perhiasan batu dari abad ke-14 atau pasca-Sriwijaya dan potongan perahu dari abad ke-7 atau masa Sriwijaya di Tulung Selapan.
Sebelumnya, ditemukan tiang rumah dari abad ke-9 hingga ke-12 atau masa Sriwijaya di Air Sugihan. Sementara di Karang Agung ditemukan tiang rumah dari abad ke-3 hingga ke-4 atau masa sebelum Sriwijaya dan tembikar asal India dari abad ke-1 atau sebelum Sriwijaya.
”Temuan-temuan itu menunjukkan, dahulu, pesisir timur Sumsel diduga pusat permukiman, perdagangan, bahkan pemerintahan kerajaan, terutama Sriwijaya sebelum pindah ke Palembang. Pesisir timur Sumsel memang tempat strategis karena menghadap Selat Bangka dan memiliki akses ke pedalaman Sumsel melalui Sungai Musi,” katanya.
Harus dijaga
Melihat masifnya perburuan harta karun yang diduga peninggalan Sriwijaya itu, Retno meminta Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir melakukan perlindungan pada temuan dan situs tersebut. Hingga sekarang, wilayah itu belum berstatus cagar budaya sehingga tidak memiliki kekuatan hukum untuk dilindungi. ”Pemda bisa saja membeli tanah di wilayah itu guna perlindungan lebih baik. Jika memang tidak mampu membeli tanah situs tersebut, pemerintah patut membeli hasil temuan warga agar tidak hilang bahkan dirusak,” tuturnya.
Bupati Iskandar melalui Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, Informasi, dan Pemberitaan Sekretaris Daerah Ogan Komering Ilir Adi Yanto menyampaikan, pihaknya telah melakukan pendataan jenis-jenis temuan dan luas lahan temuan benda kuno tersebut.
”Ke depan, kami berupaya menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat wisata sejarah. Kami akan memberdayakan masyarakat di lokasi wisata itu agar mereka bisa turut melindungi dan mendapatkan manfaat langsung dari situs itu,” ujarnya.