Lima Kabupaten di NTB Berstatus Siaga Darurat Bencana Kekeringan
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Lima kabupaten di Nusa Tenggara Barat dinyatakan berstatus Siaga Darurat Bencana Kekeringan. Alasannya, sumur-sumur sebagai sumber air bersih warga umumnya sudah kering selama beberapa bulan terakhir. Tanah sawah juga mulai merekah sehingga tidak dapat ditanami akibat krisis air.
Menurut Kepala Seksi Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB Agung Pramuja, Senin (28/8/2017), di Mataram, Lombok, pemkab yang menyatakan daerahnya Siaga Darurat Bencana Kekeringan adalah Kabupaten Bima, Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat.
Kekeringan terjadi di 71 kecamatan (318 desa) dengan jumlah warga terdampak 127.940 kepala keluarga (640.048 jiwa).
Sebagian besar warga di desa-desa terdampak mulai memburu air ke sumbernya. ”Warga Desa Donggo dan Wawo (Kabupaten Bima), misalnya, sudah mulai jalan kaki (hingga 3 kilometer) untuk mencari sumber mata air untuk kebutuhan minum, mandi, dan kebutuhan sehari-hari. Sumur warga juga sudah kering,” kata Agung Pramuja.
Hal senada dikatakan Kepala BPBD Kabupaten Bima Taufik. Di wilayahnya terjadi krisis air bersih di 42 desa dengan 8.203 kepala keluarga (24.608 jiwa) terdampak. Sejak awal Agustus, pihaknya menyuplai 20.000 liter air bersih per hari ke desa-desa terdampak.
Di Pulau Lombok, krisis air bersih umumnya terjadi di bagian selatan pulau. Misalnya, di Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, yang mengalami krisis air bersih sejak Juli. ”Di Kecamatan ini ada 60 dusun. Pada musim kemarau, sumur-sumur kering air, warga pun jalan kaki sejauh 3 km untuk mendapatkan air bersih, selain ada distribusi air dari Pemerintah,” ujar Camat Jerowaru Ahmad Zulkifli.
Kepala Dinas Sosial NTB Ahsanul Khalik mengatakan, pihaknya telah mengoperasikan enam mobil tangki berkapasitas masing-masing 2.500 liter. Air bersih itu didistribusikan sejak Mei lalu ke warga desa-desa terdampak. Hanya saja, dengan jumlah mobil terbatas, dan jarak dari satu desa ke sumber air, warga dilayani secara bergiliran.
Kekeringan itu membuat sawah tidak bisa ditanami kedelai, jagung, dan komoditas tanaman pangan lainnya. Mulyadi, warga Dusun Paek, Desa Pandanwangi, Kecamatan Jerowaru, mengatakan, tanah sawah merekah seukuran kaki remaja, dan tidak ada tanaman yang bisa tumbuh karena krisis air.
Untuk kebutuhan air bersih, warga membeli dari pemilik mobil tangki. Di kecamatan itu terdapat sekitar 15 mobil tangki yang menjual air bersih dengan harga Rp 5.000 per jeriken berisi 25 liter dan Rp 7.000 per jeriken berisi 40 liter.
Air dengan volume 25 liter itu dapat digunakan selama dua hari bagi satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak.