Kawasan Konservasi Dukung 35 Persen Kunjungan Wisata
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
SITUBONDO, KOMPAS — Kawasan konservasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Sedikitnya 35 persen dari total wisatawan memilih berkunjung ke tempat-tempat wisata berbasis alam dan konservasi.
Hal itu disampaikan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Is Mugiono di sela peringatan Hari Konservasi Alam Nasional di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Selasa (8/8/2017). ”Sekitar 60 persen wisatawan di Indonesia biasa mengunjungi destinasi budaya. Sementara 35 persen mengunjungi destinasi wisata berbasis alam dan konservasi, adapun 5 persen sisanya mengunjungi destinasi buatan,” ujarnya.
Mugiono mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan jumlah kunjungan wisatawan di wilayah konservasi mencapai 20 juta selama tahun 2015 hingga 2019. Wisatawan itu terdiri atas 18,5 wisatawan nusantara dan 1,5 juta wisatawan asing. Hingga tahun 2016, target tersebut sudah tercapai hingga lebih dari 50 persen.
Menurut Mugiono, kelestarian wilayah konservasi harus terus dijaga dan dikelola agar potensi tersebut tidak hilang. Ia mengatakan, wisatawan berkunjung ke wilayah konservasi karena kelestariannya terjaga. Jika destinasi wisata alam tersebut rusak, wisatawan enggan berkunjung.
”Potensi yang ada perlu dikelola, tetapi jangan sampai merusak yang sudah ada secara alami. Masing-masing kawasan konservasi juga harus mengetahui daya dukung dan daya tampung kawasan,” ujarnya.
Wisata berbasis konservasi, kata Mugiono, harus dikelola agar jumlah kunjungan tidak melebihi kapasitas daya tampung dan daya dukung kawasan. Pasalnya, wisata konservasi tidak semata-mata mengejar jumlah kunjungan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, melainkan memaksimalkan kunjungan dengan tetap menjaga kelestarian alam.
Mugiono tidak menampik, peningkatan jumlah kunjungan wisata menyebabkan banyak sampah di kawasan konservasi. Oleh karena itu, pihaknya mendorong kepada seluruh elemen masyarakat untuk melakukan penyadartahuan mengenai upaya menjaga kelestarian alam.
”Kami terus berupaya memasyarakatkan konservasi agar nantinya, masyarakat semakin sadar bahwa perjalanan wisata merupakan bagian dari konservasi. Harapan kami wisatawan tidak hanya menikmati pemandangan alam tetapi juga turut menjaga lingkungan,” ujar Mugiono.
Salah satu kawasan konservasi yang menarik minat banyak wisatawan antara lain Gunung Bromo yang masuk dalam pengelolaan Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kepala Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jhon Kennedy menuturkan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo sekitar 2.000 orang hingga 3.000 orang wisatawan per bulan.
”Saat ini daya dukung di lokasi pengamatan matahari terbit di Penanjakan hanya 300 orang. Kami berencana untuk meningkatkan kapasitasnya hingga 600 orang. Kami berharap hal ini membuat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo dapat maksimal,” ujarnya.
Jhon mengatakan, peningkatan kapasitas tidak akan merusak kondisi lingkungan di sekitar Gunung Bromo. Ia sadar suasana Gunung Bromo yang asri dan natural justru menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Hal senada disampaikan Pengolola Wisata Bukit Seribu Bintang di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat Taufik Miftahurohman. Menurut dia, perlu inovasi untuk menarik wisatawan tanpa harus merusak lingkungan.
”Di tempat kami, wisatawan yang akan masuk wajib diperiksa isi tasnya untuk memastikan tidak membawa spidol atau pilox yang bisa digunakan untuk aksi coret-coret. Sebagai gantinya kami menyediakan kain khusus sehingga wisatawan bisa menuliskan apa saja di sana,” ujarnya.
Taufik menambahkan, pengelolaan lahan zona pemanfaatan di lereng utara Gunung Ciremai juga membuat kawasan Taman Nasional terjaga. Pasalnya pengelola wisata dilibatkan dalam Masyarakat Peduli Api dan Masyarakat Peduli Hutan.
Dampaknya, selama dua tahun terakhir semenjak masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan wisata, tidak ada lagi kebakaran hutan di Lereng Utara Gunung Ciremai. Padahal, sebelumnya Lereng Utara Gunung Ciremai merupakan kawasan langganan kebakaran hutan.