logo Kompas.id
NusantaraInovasi Produk Bisa Jadi...
Iklan

Inovasi Produk Bisa Jadi Solusi

Oleh
· 4 menit baca

BANDUNG, KOMPAS — Di tengah sulitnya mendapat bahan baku, inovasi produk bisa jadi solusi bagi industri mebel dan rotan. Lewat produk kreatif dengan desain unik, produk mebel dan rotan nasional berpotensi bersaing di pasar internasional."Kreativitas bisa menjadi solusi. Namun, tak sekadar desain, tetapi perlu juga penguasaan teknologi dan manajemen usaha yang baik," ujar Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, di Bandung, Jawa Barat, Senin (7/8).Sobur sudah membuktikannya. Ia adalah pendiri industri kreatif berlabel Kriya Nusantara di Bandung. Selain memproduksi meja dan kursi, ia juga membuat radio berbahan kayu, kotak parfum, dan kotak musik. Tak hanya laku di dalam negeri, produknya juga menembus Qatar, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Harga produknya bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga belasan juta rupiah."Produk kami punya nilai desain tinggi dan tidak semua pengusaha bisa membuatnya. Kebetulan saya berlatar belakang pendidikan di bidang seni sehingga memahami desain," katanya.Menurut Sobur, kebanyakan pengusaha mebel dan kerajinan sulit bersaing karena sebatas mengerjakan pesanan dengan desain yang sudah ditentukan. Hanya sekitar 3 persen yang mempunyai merek dagang sendiri. Saat ini ada sekitar 5.000 pengusaha mebel di Indonesia.Ketua HIMKI Cirebon Raya Muhammad Akbar mengatakan, pengembangan inovasi sebenarnya telah dilakukan banyak pengusaha. Konsumen dari banyak negara juga tertarik dengan inovasi pengusaha mebel rotan Cirebon. Namun, kreativitas itu kerap terkendala akibat keterbatasan bahan baku.Ketua Yayasan Kampung Wisata Rotan Galmantro Solihin mengatakan, kesulitan bahan baku untuk ukuran tertentu membuatnya memutar otak untuk mendesain produk baru. Solihin, misalnya, memanfaatkan rotan ukuran kecil asal Kalimantan untuk membuat keranjang bagi hewan peliharaan. Produk tersebut sedang dalam tahap pemasaran.Solihin berharap, pemerintah, dalam hal ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dapat mengembangkan jenis rotan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku. Dengan begitu, semua jenis dan ukuran rotan dapat termanfaatkan.Julius Hoesan, pengusaha industri rotan setengah jadi di Sulawesi, mengatakan, industri rotan dalam negeri baru menyerap sekitar 15 persen dari populasi rotan di Tanah Air. Sementara Indonesia memiliki 85 persen populasi rotan di dunia. Ia mencontohkan, untuk rotan di Sulawesi diperkirakan ada 80 jenis rotan, tetapi yang diidentifikasi baru 22 jenis.Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Eli Lilis Surtini mengatakan, sejak 2014, pihaknya menggelar lomba desain produk rotan untuk membangkitkan desainer lokal. Pihaknya juga mendorong produk rotan terserap oleh pasar.Upayanya, antara lain, membuat kampung wisata rotan Galmantro dan regulasi dari Pemkab Cirebon. Pada 2016, Bupati Cirebon mengeluarkan Surat Edaran tentang Penggunaan Mebel dan Kerajinan Rotan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon.Belum sejahtera Kondisi sebaliknya justru dialami petani rotan yang mengaku tak pernah menikmati harga jual yang baik. Harga jual rotan di tingkat petani hanya berkisar Rp 1.300-Rp 1.500 per kilogram. Hal itu menyebabkan aktivitas bisnis di sentra bahan baku rotan di Kabupaten Katingan selama lima tahun terakhir tidak berkembang. Bahkan, perusahaan daerah khusus rotan tutup, dua resi gudang rotan tak dipakai maksimal. Harus ada intervensi dari pemerintah pusat.Armin Delay (42), petani rotan asal Tasik Payawan, mengatakan, dalam sehari dirinya hanya mampu memanen rotan mentah jenis sigi atau rotan taman (Calamus caesius) berkisar 40-50 kilogram (kg). Setelah memanen, dirinya harus mengupas kulit rotan yang penuh duri lalu mengasapinya agar cepat kering."Prinsipnya kalau kami memanen rotan, artinya kami bisa beli sekarung beras, tetapi kalau sudah panen tidak bisa beli beras dan hanya habis di ongkos panen, lebih baik kami cari pekerjaan lain," kata Armin.Hal yang sama dirasakan Aja Bahar (55). Bapak empat anak itu saat ini memilih bekerja mengikat rotan di Kasongan, ibu kota Kabupaten Katingan, daripada memanen rotan.Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) meresmikan Sistem Resi Gudang (SRG) Rotan di Kawasan Industri Hampangen, Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan. Gudang tersebut merupakan yang pertama dibuat di Indonesia karena melimpahnya bahan baku.Saat Kompas datang, Senin (7/8), di salah satu SRG di Desa Hampangen, terlihat beberapa pekerja sedang menjemur rotan basah di halaman gudang. Gudang itu berukuran 150 x 50 meter dengan kapasitas 400-500 ton rotan. Namun, siang itu gudang terlihat kosong hanya berisi beberapa ikat rotan kering siap jual.Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Katingan Agus Siswanto mengatakan, gudang itu digunakan maksimal karena pasokan rotan dari petani berkurang. Selain itu, salah satu gudang di Tasik Payawan tak lagi berfungsi dan tak terpakai. (IDO/TAM/IKI/KRN/WHO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000