MEDAN, KOMPAS — Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah Parlindungan Purba mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi impor untuk mengatasi krisis garam dalam jangka pendek. Pemerintah juga diminta mendesain ulang industri garam untuk mencapai swasembada dalam jangka panjang.
”Penyetopan impor harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh pada semua pemangku kepentingan. Pemerintah harus melihat dampaknya kepada petani garam, pedagang, dan juga konsumen industri ataupun rumah tangga,” kata Parlindungan, Kamis (27/7).
Parlindungan mengatakan, hari Kamis ia meninjau Pasar Bendungan Hilir di Jakarta Pusat untuk melihat dampak kenaikan harga garam. Menurut Parlindungan, pedagang dan konsumen garam mengeluhkan harga garam yang naik 50 persen hingga 75 persen. Pembeli mengurangi pembelian karena harga naik. Konsumen untuk kebutuhan industri bahkan mengurangi skala industri karena harga garam yang tinggi. Akibatnya, omzet pedagang anjlok.
Menurut Parlindungan, pemerintah harus segera mencari solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis garam ini. Jika harus impor, pemerintah harus menghitung kuotanya dengan tepat dan mempertimbangkan dampaknya pada semua pemangku kepentingan.
Pembenahan industri
”Namun, yang paling penting adalah pembenahan industri garam nasional dalam jangka panjang. Pemerintah harus memikirkan bagaimana meningkatkan produksi garam agar swasembada bisa dicapai. Saya pikir, tiga tahun cukup untuk menata ulang industri garam,” kata Parlindungan.
Menurut dia, adalah sebuah ironi saat krisis garam terjadi di Indonesia yang menjadi salah satu negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia. Selama ini, industri garam hanya dibangun di Jawa. Industri garam, kata Parlindungan, juga harus dikembangkan khususnya ke Indonesia timur yang mempunyai musim panas yang panjang.