BANDA ACEH, KOMPAS — Produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Provinsi Aceh masih stagnan, yakni 800.000 ton per tahun dari luas tanam 400.000 hektar. Produktivitas yang dapat dicapai hanya 2 ton CPO dalam setiap hektar dari seharusnya mencapai lebih dari 3 ton.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesi (Gapki) Aceh Sabri Basyah, yang dihubungi Senin (10/7), mengatakan, produksi CPO Provinsi Aceh jauh di bawah produksi nasional. ”Di tingkat nasional produktivitas mencapai 3,3 ton CP0 per hektar,” ujar Sabri. Tahun 2016, produksi CPO di Indonesia mencapai 34 juta ton.
Menurut Sabri, perkelapasawitan di Aceh kian tertinggal jauh dibandingkan daerah lain, seperti Riau, Sumatera Utara, dan Jambi. Selain karena luas tanam yang tidak bertambah, banyak tanaman milik rakyat yang tidak dirawat dengan baik.
Dari 400.000 hektar luas tanaman kelapa sawit di Aceh, separuhnya merupakan kebun rakyat dan separuhnya lagi milik perusahaan. Pada umumnya kebun rakyat tidak terkelola dengan baik sehingga produktivitas turun.
Untuk meningkatkan produktivitas, kata Sabri, diperlukan peremajaan tanaman. Apalagi, tanaman dengan usia di atas 25 tahun produktivitasnya rendah. Permasalahannya, biaya peremajaan relatif tinggi.
Selain itu, kata Sabri, untuk meningkatkan produksi, Aceh perlu memperluas area tanam. Lahan yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan untuk menanami sawit. Namun, pengembangan sawit kerap dibenturkan dengan isu kerusakan lingkungan. ”Padahal, kami punya komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan,” kata Sabri.
Menurut Sabri, di samping itu, industri sawit di Aceh juga menghadapi kendala kampanye negatif yang digulirkan negara-negara maju. Kampanye negatif ini membawa isu lingkungan yang cenderung membatasi pelaku industri untuk mengembangkan perkebunan sawitnya.
Harga turun
Menyusul masuknya musim panen pada semester kedua tahun ini, harga tandan buah segar kelapa sawit di tingkat petani di sejumlah daerah di Aceh turun dari Rp 1.300 per kilogram menjadi Rp 900 per kilogram. Penurunan harga saat musim panen merugikan petani.
Para petani di Aceh Selatan mengeluhkan terjadinya penurunan harga. Harga mulai turun setelah Lebaran. Petani berharap harga kembali stabil agar petani dapat menikmati hasil panen.
Alimuddin (45), petani sawit Desa Teupin Tinggi, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, mengatakan, meski harga turun, petani tetap menjual sawit karena tidak punya pilihan lain. Warga Trumon umumnya bergantung hidup pada hasil kebun sawit.
Sementara itu, Camat Trumon Timur, Aceh Selatan, Teuku Masrizal mengatakan, untuk menjaga harga jual tandan buah segar milik petani, pemerintah daerah telah membangun satu pabrik CPO dengan kapasitas 10 ton per jam. ”Agustus tahun ini akan beroperasi. Dengan adanya pabrik milik pemerintah, petani tidak perlu khawatir tidak akan terserap oleh pabrik swasta saat panen raya,” ujar Masrizal.