BRT Trans-Jateng Semarang Tawang-Bawen Mulai Beroperasi
Oleh
Aditya Putra Perdana
·3 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Angkutan aglomerasi yang melayani transportasi umum terpadu antardaerah di Jawa Tengah mulai diwujudkan dengan peluncuran bus rapid transit (BRT) Trans-Jateng koridor Bawen-Semarang. Hal itu menjadi langkah signifikan integrasi angkutan antarmoda antara pusat kota dan daerah-daerah pendukung di sekitarnya.
Gubernur Ganjar Pranowo di sela-sela peluncuran BRT Trans-Jateng, Jumat (8/7), di Terminal Bawen, Kabupaten Semarang, mengatakan, angkutan aglomerasi (pengelolaan kawasan terpusat) menjadi satu tahapan awal menuju layanan angkutan terintegrasi di Jateng.
”Kemarin, saat masa mudik, penumpang hanya sampai titik-titik tertentu, seperti stasiun atau terminal. Nantinya akan dibicarakan dengan pemerintah kabupaten dan kota agar ada transportasi yang bisa melayani sampai rumah. Untuk sementara, aglomerasi bisa menjadi alternatif moda yang lebih mendekatkan penumpang ke tujuan,” kata Ganjar.
BRT Trans-Jateng Koridor I melayani rute Stasiun Semarang Tawang-Terminal Bawen dengan jarak 36,5 kilometer. Itulah angkutan aglomerasi pertama di Jateng. Koridor Semarang-Bawen merupakan bagian dari Angkutan Aglomerasi Perkotaan Kawasan Kedungsepur yang meliputi Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, dan Purwodadi.
Kepala Dinas Perhubungan Jateng Satriyo Hidayat mengatakan, banyak hal harus disiapkan dalam menyelenggarakan angkutan antarmoda. ”Dengan diluncurkannya BRT, kami menata layanan transportasi antarperkotaannya dulu sebelum antarmoda,” katanya.
Sambil berjalan, kata Satriyo, terus dikembangkan sarana transportasi antarmoda, misalnya bus Damri berkapasitas 12 orang dari Stasiun Tawang, Semarang, menuju sejumlah daerah, seperti Kabupaten Demak dan Pati.
Sementara itu, angkutan antarmoda dari Pelabuhan Tanjung Emas sejauh ini baru Damri kendati sifatnya tergantung kebutuhan. ”Tergantung penumpang di pelabuhan. Untuk saat ini sulit jika harus diefektifkan sejam sekali datang. Terkait pola angkutan ini akan kami bicarakan dengan Damri, Organda, dan lainnya,” ujar Satriyo.
Kesepakatan selama setahun
Lebih lanjut, kata Satriyo, ada persoalan lain saat angkutan-angkutan di sebuah daerah merasa tergusur dengan layanan antarmoda. Peluncuran BRT Trans-Jateng Koridor I, misalnya, membutuhkan waktu setahun hanya untuk mencapai kesepakatan.
BRT Trans-Jateng Koridor I Semarang Tawang-Bawen merupakan satu dari 12 koridor yang direncanakan Pemerintah Provinsi Jateng di wilayah Kedungsepur. Empat rute prioritas berikutnya yakni Semarang-Kendal, Semarang-Demak, dan Semarang-Purwodadi.
Saat ini, BRT Trans-Jateng Koridor I Semarang Tawang-Bawen dikelola Koperasi Jasa Transportasi Mulya Olga Serasi. Mereka terdiri dari pengusaha angkutan umum yang sudah beroperasi di jalur sama kemudian dirangkul Pemprov Jateng. Selama enam bulan pertama, pengoperasian BRT disubsidi Rp 5,4 miliar.
Total disediakan 18 bus Trans-Jateng koridor Semarang Tawang-Bawen dengan waktu tempuh normal 90 menit. Tarifnya Rp 3.500 untuk penumpang umum dan Rp 1.000 untuk pelajar serta buruh. Buruh menjadi salah satu prioritas penumpang karena Kabupaten Semarang merupakan salah satu kawasan industri di Jateng.
Peneliti transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, konsep menggeser atau menggandeng pengusaha angkutan yang sebelumnya merupakan hal tepat diterapkan dalam penyelenggaraan angkutan massal. Konsep seperti itu mampu menghindari konflik dan meningkatkan pelayanan kepada penumpang.