logo Kompas.id
NusantaraSang Cipta Rasa, Warisan Wali ...
Iklan

Sang Cipta Rasa, Warisan Wali Sanga

Oleh
· 3 menit baca

Berdinding bata dengan lantai terakota berwarna merah tua, Masjid Agung Sang Cipta Rasa lebih mencerminkan pengaruh arsitektur Jawa dan bangunan dari masa Majapahit. Keberadaan masjid ini mencerminkan terjadinya dialog antarbudaya yang melebur menjadi identitas baru. Ribuan orang memadati Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu (25/6) pukul 07.00, bertepatan dengan Idul Fitri 1438 Hijriah. Saking ramainya, jalanan dan lokasi parkir di depan masjid dijadikan tempat shalat Id. Satu jam sebelumnya, shalat Id juga digelar di Langgar Agung Keraton Kesepuhan, sekitar 50 meter dari masjid. Bedanya, ceramah di keraton berbahasa Arab, sementara di Masjid Agung menggunakan bahasa Indonesia.Tradisi khotbah berbahasa Arab sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Sementara khotbah berbahasa Indonesia diterapkan agar mudah dipahami masyarakat sesuai anjuran pemerintah. Inilah bentuk dialog antartradisi yang dijaga turun-temurun.Keluwesan itu bukan satu-satunya yang tumbuh di sana. Sejak dibangun sekitar tahun 1480, Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi bukti akulturasi Islam, Hindu, dan Jawa. Diprakarsai Sunan Gunung Jati, pemimpin Cirebon, pendirian masjid dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Itulah sebabnya masjid yang ditopang kayu jati ini kerap disebut Masjid Wali Sanga.Profesor Dadan Wildan dalam bukunya Sunan Gunung Jati (Petuah, Pengaruh, dan Jejak-jejak Sang Wali di Tanah Jawa) menjelaskan, masjid berdiri dengan bantuan arsitek Raden Sepat dari Kerajaan Majapahit. Padahal, masjid itu merupakan peninggalan Wali Sanga, penyebar agama Islam di Jawa.Tidak hanya itu, nama masjid juga tidak berbahasa Arab meski Cirebon merupakan kerajaan Islam. Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat dalam berbagai kesempatan menjelaskan, nama masjid yang bukan menggunakan bahasa Arab mencerminkan Sunan Gunung Jati sebagai pemimpin yang menyadari kebudayaan setempat dan pentingnya keberagaman. Sang Cipta Rasa merupakan bahasa setempat yang berarti merasakan keagungan Sang Pencipta.Menurut sejarawan Cirebon, Mustaqim Asteja, Masjid Agung yang juga bernama Tajug Gede atau Tajug Agung Pakungwati ini menjadi bukti dialog kebudayaan. Sunan Gunung Jati dalam berdakwah membumikan Islam secara kultural, tidak melupakan budaya setempat. Atap limasan dan joglo di masjid, misalnya, juga menandakan ciri khas Jawa.Tidak hanya itu, tersimpan makna mendalam dalam ornamen masjid. Menurut Andi Rokhman, anggota staf Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon, bangunan utama dengan jumlah sembilan pintu itu juga melambangkan Wali Sanga. Sunan Kalijaga membuat tiang tatal dari serpihan kayu yang diikat dengan besi sebagai simbol persatuan umat. Pola hias tembok berbentuk sulur tumbuhan dan slimpedan pengaruh gaya Timur Tengah dan China. "Tiap hari Jumat, ada kumandang azan pitu atau tujuh muazin azan bersama dengan khotbah bahasa Arab," kata Andi. (ABDULLAH FIKRI ASHRI/SRI REJEKI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000