LABUAN BAJO, KOMPAS — Lon Lie Aik (67), turis asal Singapura, digigit binatang komodo di Pulau Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/5). Korban tidak menduga ada komodo yang muncul dari arah belakang saat korban asyik memotret.
Kepala Polres Manggarai Barat Ajun Komisaris Besar Supiyanto, dihubungi di Labuan Bajo melalui telepon dari Kupang, Rabu, mengatakan, Loh Lee Aik sudah tiga hari berada di Desa Komodo, Pulau Komodo, terhitung sejak Senin (1/5). Ia berkunjung ke Pulau Komodo untuk memotret komodo dan keindahan alam setempat karena korban adalah seorang fotografer.
Ia menginap di rumah warga, H Kasing Lakis (47). Selasa (2/5), korban berjalan mengeliling Desa Komodo. Ia menyaksikan seekor kambing di pinggir desa itu digigit komodo, kemudian mati tergeletak begitu saja.
Ia pun memberi tahu peristiwa itu kepada warga. Ia mendapatkan penjelasan dari warga, jika kambing itu sudah mati, tidak lama lagi komodo akan turun dari bukit dan memakan kambing itu. Rabu, korban kemudian menuju tempat bangkai kambing tersebut. Ia tidak didampingi warga.
”Saat tiba di lokasi kambing mati, korban menyaksikan seekor komodo sedang memakan bangkai kambing itu. Korban pun mengabadikan peristiwa itu. Ketika asyik memotret, ia tidak tahu bahwa masih ada komodo yang berada di belakang korban dan tiba-tiba menggigit bagian betis korban,” tutur Supiyanto.
Korban mengalami luka robek serius di bagian betis. Atas laporan warga, Bripka Anhar, anggota Polres Manggarai Barat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di desa itu, mengajak warga mengevakuasi korban menuju puskesmas pembantu setempat. Luka akibat gigitan komodo dijahit di puskesmas itu untuk menghentikan darah yang terus mengalir.
Korban kemudian diantar dari Pulau Komodo ke Labuan Bajo pukul 10.00 Wita dengan menggunakan perahu nelayan. Namun, karena perahu nelayan itu terlalu lambat berlayar, korban dijemput speedboat oleh tim SAR Manggarai Barat. Tiba di Labuan Bajo, korban langsung diarahkan ke Rumah Sakit Siloam untuk mendapatkan perawatan intensif di ruang unit gawat darurat.
Kasing Lakis, warga Desa Komodo yang rumahnya ditempati korban, mengatakan, selama berada di Desa Komodo, korban menolak didampingi warga. Ia berjalan sendirian ke sejumlah tempat untuk melakukan pemotretan.
”Sesuai keterangan korban, ia telah membeli tiket pesawat dari Labuan Bajo menuju Denpasar, Bali, 7 Mei. Sesuai rencana, korban akan menginap di rumah sampai 5 Mei,” ujar Kasing.
Pendampingan
Yohanes Hanas, pemerhati pariwisata Labuan Bajo, menyebutkan ada kelalaian petugas taman nasional. Seharusnya, korban tetap dikawal oleh petugas setempat. Sebagai tamu atau turis, korban tidak boleh dibiarkan sendirian. Meski korban menolak didampingi atau tidak membutuhkan pendamping, pengelola taman tetap harus mengawasi setiap pengunjung.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusa Tenggara Timur Marius Ardu Jelama meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan studi mendalam terkait perilaku komodo. Kasus komodo menggigit pengunjung sudah terjadi sekitar lima kali.
”Perlu ada riset mendalam tentang perilaku komodo, terutama saat ada kerumunan orang, warna yang ditampilkan di sekitar komodo, suara gaduh, cahaya kamera saat memotret, bayangan manusia, dan seterusnya. Binatang ini bisa mencium sesuatu pada jarak sekitar 10 km sehingga setiap pengunjung dari jauh sudah mengantisipasi kemunculan komodo secara tiba-tiba,” tutur Jelama.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo Sudiyono mengatakan, korban tidak melapor kepada petugas taman. Jika melapor, tentu ia akan mendapatkan pendampingan atau penjelasan lebih rinci tentang komodo, termasuk sifat agresif komodo.