PALANGKARAYA, KOMPAS — Jalan di jalur Trans-Kalimantan rusak berat akibat truk-truk bermuatan melebihi kapasitas yang ada. Selain itu, curah hujan tinggi juga membuat badan jalan dipenuhi lumpur.
"Setiap kali musim hujan jalannya memang begini. Terakhir jalan ini mulus sekitar tiga tahun lalu setelah itu rusak terus," ungkap Mega (29), sopir truk pengangkut minyak sawit mentah (CPO), yang ditemui di warung Persimpang Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Minggu (12/3).
Pantauan Kompas di Kalimantan Tengah, dari Palangkaraya menuju Kabupaten Gunung Mas yang juga menuju Kalimantan Timur, truk pengangkut CPO bermuatan 12 ton memenuhi badan jalan. Padahal, dari Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beban jalur nasional hanya mampu maksimal 10 ton.
Bahkan, hancurnya jalan membuat salah satu truk besar yang lewat terjebak di kubangan lumpur di jalan mendaki di Km 120. Kejadian itu membuat para sopir mengurangi beban muatan mereka dengan menurunkan beberapa besi-besi yang mereka muat dari Palangkaraya.
Beberapa ruas jalan di Sei Hanyo menuju Kuala Kurun, Kabupaten Murung Raya, sedang dalam perbaikan. Namun, perbaikan terhambat cuaca ekstrem yang menyebabkan lumpur memasuki badan jalan.
Kementerian PUPR menganggarkan dana Rp 22,76 triliun untuk 47.000 km jalan nasional di Indonesia. Tiap ruas yang dikontrak rata-rata panjangnya 100 kilometer. Kontraktor perlu penyesuaian karena kontrak yang relatif baru berdasarkan ruas jalan (Kompas, 11/1).
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah Leonard S Ampung mengatakan, pihaknya terus mengusulkan ke DPRD ataupun langsung ke pusat untuk membuat pile slab di beberapa titik di jalan nasional itu. Namun, sampai saat ini belum ada respons dari pusat.
“Pile slab itu harus dibuat di lahan yang dekat rawa gambut karena air akan terus-menerus masuk dan merusak jalan,” kata Leo.
Di Bukit Rawi, Pulang Pisau, masih di jalur yang sama, aparat kepolisian memasang garis larangan di sisi jalan untuk menandai rawa-rawa yang ada di pinggir jalan. Hal itu dilakukan karena air menggenangi seluruh badan jalan hingga menyulitkan pengendara melihat batas jalan dengan rawa.
Mengganggu ekonomi
Sepanjang perjalanan dari Palangkaraya menuju Kabupaten Gunung Mas, di sisi kiri ataupun kanan banyak dipenuhi perkebunan sawit besar. Kendaraan industri keluar masuk setiap saat dari jalan perusahaan ke jalan nasional.
Gundik Dohong, dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Palangkaraya, mengatakan, rusaknya jalan dapat berdampak pada perekonomian, khususnya iklim investasi. Pasalnya, Jalan Trans-Kalimantan merupakan sarana transportasi dan distribusi hasil produksi.
“Truk-truk perusahaan kelebihan muatan atau tidak bukan di situ masalahnya karena mereka, kan, berinvestasi di tanah kita. Justru jalan itu harus dibuat dengan pertimbangan truk-truk produksi akan lewat,” ungkap Gundik.
Anggaran yang ada harus disesuaikan dengan kebutuhan dan pertimbangan sesuai dengan perekonomian di daerah. Seperti di Kalimantan Tengah dengan begitu banyak perusahaan perkebunan dan tambang, pemerintah pusat harus bisa menyediakan fasilitas jalan yang mumpuni.