SURABAYA, KOMPAS – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (20/2), memvonis jaksa Ahmad Fauzi, terdakwa kasus suap, dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Hukuman terhadap jaksa tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur itu lebih berat daripada tuntutan tim jaksa penuntut umum agar terdakwa dihukum penjara dua tahun dan denda Rp 50 juta.
Ahmad ditangkap oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar Kejaksaan Agung pada 2016 saat menyiapkan sidang praperadilan terdakwa mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Saat itu, tim membawa Ahmad ke pemondokan jaksa muda tersebut di Ketintang, Surabaya. Di pemondokan, tim menemukan uang senilai Rp 1,5 miliar terbungkus plastik dalam kardus.
Kepada tim dan dalam persidangan, Ahmad mengaku, uang itu didapat dari salah satu saksi kasus dalam penanganan Tipidsus Kejati Jatim. Saksi dimaksud ialah Abdul Manaf. Kasusnya dugaan korupsi pembelian hak atas tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Sumenep, Madura, Jatim. Abdul, dalam berkas perkara berbeda adalah terdakwa kasus suap terhadap Ahmad yang juga disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dalam pembacaan putusan, Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti menyatakan, tindakan Ahmad secara sah dan meyakinkan telah melanggar Undang-Undang 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman yang dijatuhkan lebih berat daripada tuntutan karena Ahmad adalah jaksa tipidsus yang menangani kasus-kasus korupsi. Seharusnya, Ahmad menjadi garda depan penegakan hukum dan antikorupsi.
Seusai mendengar pembacaan putusan, Ahmad tidak berkomentar apakah menerima, pikir-pikir, atau banding. Ahmad yang berkemeja biru motif batik kemudian pergi dengan dikawal petugas Polri tanpa bersedia memberikan komentar meski ditanya.
Anggota Tim Penasihat Hukum Martinus Suwarjianto bersikap sama dengan Ahmad. “No comment, no comment,” katanya dengan mimik muka seolah syok karena kliennya mendapat hukuman lebih berat.
Seusai memvonis Ahmad, majelis hakim yang samamembacakan vonis terhadap Abdul. Terdakwa kasus suap ini dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dan denda Rp 50 juta. Hukuman itu juga lebih berat daripada tuntutan JPU agar Abdul dihukum penjara dua tahun dan denda Rp 50 juta.
Wiwin menyatakan, Abdul secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar UU Pemberantasan Tipikor. Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah menyuap jaksa sehingga menodai upaya bangsa memberantas korupsi.
Terhadap putusan yang lebih berat, Abdul menyatakan akan menggunakan waktu seminggu untuk pikir-pikir dan berkonsultasi dengan penasihat hukum. Abdul belum bisa memastikan apakah akan menerima putusan itu atau banding. “Saya syok, hukumannya ternyata lebih berat,” ujarnya singkat sambil menundukkan kepala dan berjalan menuju mobil tahanan.
Ketua Tim Penasihat Hukum Muhammad Sidik mengatakan, langkah kliennya untuk pikir-pikir sudah tepat. Sidik menyayangkan vonis yang lebih berat. Majelis seharusnya melihat kondisi Abdul yang sejatinya diperas oleh jaksa Ahmad.
Ketua Tim JPU Erni Maramba mengatakan, belum bisa menanggapi putusan majelis yang menjatuhkan hukuman lebih berat daripada tuntutan timnya. “Kami juga pikir-pikir dulu,” kata jaksa dari Kejagung itu.
Ditanya apakah Kejagung akan menindaklanjuti informasi yang diberikan oleh Ahmad dan Abdul dalam persidangan perihal indikasi keterlibatan jaksa lain dalam kasus itu, Erni menolak memberi pernyataan. “Soal itu, saya tidak bisa berkomentar,” katanya.