MANOKWARI, KOMPAS - Warga mengharapkan gubernur Papua Barat yang terpilih dalam pilkada nanti dapat mengoptimalkan penggunaan dana otonomi khusus. Sebab, dana tersebut dinilai belum efektif memperbaiki sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur selama 10 tahun terakhir ini.
Yan Christian Warinussy, salah satu tokoh masyarakat di Papua Barat yang ditemui di Manokwari, Papua Barat, Selasa (14/2), menuturkan, kontribusi dana otonomi khusus (otsus) sama sekali belum terlihat untuk sektor kesehatan. Warga harus mengeluarkan biaya minimal Rp 500.000 ketika berobat di rumah sakit milik pemerintah.
“Di Provinsi Papua sudah ada Kartu Papua Sehat yang memberikan pelayanan gratis bagi masyarakat. Di Papua Barat belum ada layanan tersebut. Rumah sakit rujukan di provinsi ini pun belum tersedia. Padahal, alokasi dana otsus untuk sektor kesehatan mencapai 15 persen,” kata Yan.
Yan, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum Manokwari, menuturkan, alokasi dana otsus untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen juga belum optimal.
“Kaum intelektual asal Papua Barat yang hendak menempuh pendidikan di Pulau Jawa atau luar negeri harus menggunakan biaya pribadi. Padahal, mereka adalah aset untuk membangun Papua Barat di masa mendatang,” kata Yan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, dana otsus yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Papua Barat sejak tahun 2009 hingga tahun 2016 mencapai Rp 17,5 triliun.
Yan menambahkan, gubernur yang terpilih nanti diharapkan dapat menghapus budaya korupsi. “Dari pantauan kami, total penyalahgunaan dana milik pemerintah selama 10 tahun terakhir diperkirakan melebihi Rp 100 miliar. Gubernur terpilih harus menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menghilangkan korupsi di tanah Papua Barat,” ujarnya.
Elie Kereway, Ketua RT 03, Kelurahan Wosi, mengungkapkan, antusiasme warga untuk mengecek namanya dalam daftar pemilih tetap di kantor kelurahan sangat minim. “Warga merasa tidak percaya lagi dengan gubernur yang dipilih setiap lima tahun. Sebab, mereka sama sekali tak merasakan perubahan, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.