Saat Java Jazz Festival kembali hadir setelah absen ketika terjadi puncak pandemi 2021, Peter Gontha (74) sebagai pendiri menyebut jazz saat ini berbeda.
”Siapa di sini pernah menyaksikan Louis Armstrong? Mendengarkan Miles Davies?” tanya Peter kepada para tamu Gala Dinner BNI Java Jazz Festival 2022 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (26/5/2022) malam.
Sebagai ajang festival jazz yang diklaim terbesar di dunia dengan reputasi internasional, Java Jazz bertahan sejak pertama kali diadakan pada Maret 2005. Penyelenggaraan 2022 mundur dari jadwal rutin bulan Maret karena memperhitungkan kehadiran musisi dunia dan Indonesia serta pengunjung di tengah pendemi Covid-19 yang menyurut.
Peter, kelahiran 4 Mei 1948, penuh semangat memandu acara bersama penyiar radio dan anggota DPR, Muhammad Farhan. ”Saya memandu sendiri (karena) kita harus tunjukkan kepada dunia, kita masih ada,” kata Peter kepada Kompas di sela-sela memandu para duta besar, pengusaha, profesional muda, musisi, serta tamu lain menikmati musik dan makan malam.
Peter memaksudkan jazz sudah berubah dari gaya bermusik para legenda jazz karena mereka sudah tidak ada lagi. Jazz dilanjutkan bintang-bintang berusia jauh lebih muda yang membangun ciri sendiri meskipun mungkin terpengaruh musik musisi jazz legendaris.
Tampaknya Peter ingin ada keberlanjutan jazz di Indonesia dengan memanggil ke panggung putrinya, Dewi Gontha. Dewi, menurut sang ayah, menyiapkan BNI JJF 2022 dalam waktu hanya 60 hari setelah ada permintaan dari pemerintah. Dewi mendatangkan, antara lain, Ron King Big Band yang tampil Kamis malam bersama musisi muda Adikara Fardy, Saleka dari AS, dan Ema-Jean Thackray dari Inggris.