Hanung Bramantyo membubuhkan sedikit historis dalam ”17 Selamanya” meski serial itu tetap mengedepankan asmara dua sejoli. Drama tersebut memang tak menitikberatkan sejarah, tetapi ia ingin penonton menambah pengetahuan.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
Hanung Bramantyo menyutradarai 17 Selamanya, serial perdana garapan sineas tersebut. Sesuai pengalamannya, drama remaja itu ia kerjakan dengan pendekatan sinematik. ”Memang, penanganannya beda. Produksi dan mengeditnya jadi agak lama,” ujarnya.
Serial yang ditayangkan WeTV Indonesia itu mengisahkan dua sejoli yang terseret misteri dengan kilas balik hingga tahun 1965. Properti film pun disesuaikan. ”Mobil harus dipikirkan. Enggak mungkin ada ponsel juga,” katanya saat konferensi pers 17 Selamanya di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Pemain-pemain serial itu diminta memperhatikan dialognya. Hanung memahami jika pemeran tertentu cemas karena perbedaan masa dalam 17 Selamanya. ”Enggak sama dengan sekarang. Omongnya bukan lo atau gue. Enggak mungkin juga anak muda saat itu bilang, cus (pergi), yuk,” ujarnya sambil tertawa.
Ia memperkaya 17 Selamanya dengan histori meski alurnya tetap mengedepankan asmara sepasang pelajar. Prambanan umpamanya, dibahas sedikit. ”Serialnya bukan tentang sejarah meski saya pengin challenge (menantang) penonton dan pemain,” ujarnya.
Selaras dengan asal-usul Prambanan, misalnya, pemirsa didorong menelusuri legenda Roro Jonggrang. Stimulan serupa pernah diterapkan lewat The Da Vinci Code. ”Kita punya banyak cerita dan sejarah. Era milenial telah mengubah semuanya,” kata Hanung.
Generasi muda dengan mudah bisa mengakses informasi langsung dari gawai yang diimbangi Hanung dengan eksplorasi visualnya. ”Kalau bicara zaman dulu, penonton harus diyakinkan dengan apa yang terjadi saat itu. Serialnya sudah dibuat setahun lalu,” katanya.