Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura memberikan perlindungan dan penghargaan kepada korban pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Oleh
TRI AGUNG KRISTANTO
·2 menit baca
Berbicara dalam diskusi memperingati 21 tahun Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, atas permintaan Komisi Nasional HAM, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura (71) merasa tersanjung. Ia mengakui tidak melakukan hal yang luar biasa dalam menghormati dan menegakkan HAM warganya.
”Saya merasa terhormat di sini karena saya tak melakukan sesuatu yang luar biasa. Saya melakukan hal yang biasa-biasa saja. Mungkin karena saya orang Aquarius sehingga mudah terharu,” ujar mantan Wali Kota Palu itu, Senin (6/12/2021). Cody, panggilan akrab Rusdy, lahir di Palu pada 8 Februari 1950.
Agustus 2021, setelah menjadi Gubernur Sulteng, Rusdy menerima penghargaan Garuda Pelindung dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ia dinilai memberikan perlindungan dan penghargaan kepada korban pelanggaran HAM di masa lalu saat menjabat Wali Kota Palu. Rusdy juga menjadi kepala daerah pertama di negeri ini yang berani meminta maaf kepada korban pelanggaran HAM di masa lalu.
”Saya melihat mereka itu miskin, sebagian besar sudah tua, dan sakit-sakitan. Mungkin secara pilihan politik, mereka itu berbeda dengan saya, tetapi mereka harus dibantu. Saya terharu saat bertemu mereka. Saya meminta maaf. Saya orang Aquarius, yang mudah berbelas kasih,” katanya lagi.
Rusdy pun mengembangkan Palu sebagai kota yang ramah HAM. Ia juga terus membantu dan memulihkan hak korban pelanggaran HAM di Palu dan kini di Sulteng. Ia mengatakan, jika pemerintah pusat terlalu berat menangani dan membantu korban pelanggaran HAM di masa lalu, sebaiknya pemerintah daerah bisa membantu dengan memperhatikan korban pelanggaran HAM di masa lalu di daerahnya. Tak perlu pendekatan politik, cukup pendekatan kemanusiaan.