Edward Hutabarat Memasarkan Batik dan Tenun Laris Manis

Karya Edward Hutabarat masih banyak dicari para pencinta mode Indonesia.

DAVY LINGGAR

Edward Hutabarat

Pandemi Covid-19 justru membuat karya Edward Hutabarat (63) semakin dicari penggemarnya. ”Yang menyelamatkan saya dan para artisan yang bekerja sama dengan saya adalah patchwork saya,” ujar Edo dalam percakapan Jumat (3/12/2021) sore.

Pelanggannya, demikian Edo, harus antre untuk mendapatkan karya Edo yang dikerjakan satu per satu memakai jahitan tangan. Permintaan yang tidak surut dari pelanggan itu membuat Edo tetap dapat memberi pekerjaan kepada para pebatik dan penenun di daerah-daerah.

Sudah sejak 30 tahun lalu Edo mengumpulkan perca kain batik dan tenun, sisa dari pembuatan pakaian. Perca itu dia kelompokan menurut jenis materi, kemiripan corak, dan terkumpul 12 dos besar. Edo menggabungkan perca kain batik, tenun ulos, lurik, dan kain tradisi lainnya menjadi jaket panjang, kimono, selimut, tas, hingga perlengkapan meja makan dan pengisi rumah.

Alasan Edo menyimpan perca karena dia mengikuti pembuatan kain-kain tersebut yang memerlukan ketekunan dan kecintaan saat mengerjakan.

Karena itu, Edo menyebut para pebatik dan penenun sebagai artisan, bukan perajin. ”Mereka mendapatkan pengetahuan dengan diajarkan secara turun-temurun. Motivasi pembuatan awalnya adalah untuk upacara adat, untuk raja, dan akhirnya semua untuk Tuhan,” kata Edo. Karena itu, kata Edo penuh semangat, para pebatik dan penenun itu lebih seperti seorang artis daripada perajin.