Kekaguman terhadap Usmar, yang baru saja dinobatkan Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional, semakin dalam ketika Arief mulai mengenalnya secara personal lewat kacamata anak-anak Usmar saat melakukan riset.
Oleh
YOLA SASTRA
·2 menit baca
Seperti umumnya sineas di Indonesia, sutradara dan penulis naskah Arief Malinmudo (31) juga mengagumi Usmar Ismail. Arief, yang dikenal melalui film Surau dan Silek (2017) ini, tidak hanya mengagumi karya-karya ”Bapak Perfilman Indonesia” itu, tetapi juga personalnya yang sangat peduli terhadap keluarga.
Arief mengenal karya Usmar sejak sepuluh tahun lalu saat masih kuliah di Program Studi Televisi dan Film di Institut Seni Indonesia Padang Panjang. Film pertama Usmar yang ia tonton adalah Darah dan Doa (1950), film nasional pertama di Indonesia. Film itu titik mula Arief menikmati dan mengagumi karya-karya Usmar lainnya.
Karya-karya Usmar, terutama dalam hal ideologis, turut memengaruhi Arief dalam berkarya. ”Saya kagum, ketika Usmar tidak terjebak dengan hal-hal yang eksklusif. Usmar itu sangat inklusif. Isu-isunya pun kebanyakan isu sosial. Ia selalu mencoba menggali sisi-sisi manusia di dalam filmnya,” kata Arief, seusai pembukaan Pameran 100 Tahun Usmar Ismail yang diadakan Sako Academy dan Langgam.id di Padang, Sumatera Barat, Rabu (10/11/2021) malam.
Menurut Direktur Sako Academy ini, film Usmar tidak berbicara tentang kemewahan cerita, tetapi bagaimana seorang manusia yang sedang merasakan sesuatu. Ini terlihat dalam film Harimau Tjampa (1953) yang diproduseri Usmar dan disutradarai D Djajakusuma. Film itu berbicara tentang seseorang yang sedang mencari jati diri, yang semuanya tidak dibuat seperti hitam dan putih, antara baik dan buruk.
”Usmar selalu memosisikan karakter itu sebagai manusia yang dipotret sebagai dinamikanya manusia,” ujar Arief, yang saat ini tengah menyiapkan peluncuran film bioskop ketiganya, Perjalanan Pertama, yang diperkirakan mulai tayang awal 2022.
Kekaguman terhadap Usmar, yang baru saja dinobatkan Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional, semakin dalam ketika Arief mulai mengenalnya secara personal lewat kacamata anak-anak Usmar saat melakukan riset pameran Usmar akhir 2020. Di mata anak-anaknya, Usmar adalah sosok bapak yang peduli keluarga.
”Saya banyak melihat orang yang terlalu tergila-gila dengan profesinya, biasanya, mengesampingkan keluarga. Usmar tidak begitu. Misalnya, ketika ia menulis skenario, anaknya masih bisa berayun di kain sarungnya. Itu menunjukkan Usmar sosok yang family man. Sosok bapak yang patut diteladani,” ujar Arief, yang juga sutradara film Liam dan Laila (2018).