Setelah ”Ode Buat Kota” lebih dari satu dekade, Bangkutaman baru merilis album lagi dengan menggandeng La Munai Records. Karya itu, ”Dinamika”, yang terdiri atas delapan lagu, ibarat warna-warni dalam satu lingkaran.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
RAKASYAH REZA
Bangkutaman
Bangkutaman menangkap kemurungan dan kemarahan yang semakin merebak saat pandemi. Selaras dengan kemuraman itu, mereka pun menelaah kiprahnya yang telah melampaui dua dekade. Band tersebut menganggap pagebluk sebagai ujian untuk terus mengaktualisasikan diri.
”Semua mengalami dinamikanya. Gelap, terang, hitam, putih, dan abu-abu di ruang yang sama,” kata Wahyu Nugroho di Jakarta, Kamis (21/10/2021). Vokalis, gitaris, dan penulis lirik Bangkutaman yang kerap disapa Acum itu memaknai rekam jejak grupnya sebagai peristiwa hidup.
”Baik individu, lingkungan, maupun Bangkutaman. Kami merasakan kesedihan. Cara kami mengamati situasi terkini diekspresikan dengan berkreasi,” ujarnya. Bersama basis Madava Nanda dan drumer Christo Putra, Acum pun semakin matang memandang pasang surut musikalitasnya.
Asam garam itu dituangkan dalam album ketiga Bangkutaman, Dinamika. Mereka melibatkan drumer Maliq & D’Essentials Widi Puradiredja, pemain kontrabas Tomorrow People Ensemble Indra Perkasa, dan peniup trompet Efek Rumah Kaca, Agustinus Panji Mardika.
Acum mengibaratkan Dinamika yang berisi delapan lagu itu warna-warni dalam satu lingkaran. Setelah Ode Buat Kota yang fenomenal pada 2010, Bangkutaman baru meluncurkan album lagi dengan menggandeng label La Munai Records. Trio itu juga memproduksi album mini Rileks, lima tahun lalu.
Eksistensi band tersebut hendak ditunjukkan pula selepas hengkangnya gitaris perdana Bangkutaman, Irwin Ardy, dan drumer Dedyk Eryanto seusai menggarap Ode Buat Kota. ”Pembuktian kalau Bangkutaman tetap mampu berkarya di tengah cobaan,” ucap Acum, satu-satunya personel awal yang masih bertahan.
