Seniman visual Jay Subyakto berpendapat, pandemi Covid-19 adalah jawaban alam atas kerakusan manusia. Sayang, orang justru hanya fokus berpikir kapan siklus alam yang terjadi setiap 100 tahun sekali ini berakhir dan situasi normal kembali.
”Setelah pandemi, yang lebih mengkhawatirkan adalah naiknya suhu bumi. Sepuluh tahun lagi, kota-kota pelabuhan di seluruh dunia juga akan tenggelam, termasuk Jakarta. Ini yang enggak disadari dan enggak ada yang melakukan preventif seperti apa. Ini sangat merisaukan,” tutur Jay, Selasa (10/8/2021), dalam jumpa pers daring peluncuran BicaraForestra, sebuah dokumenter penyelenggaraan Forestra 2019 di Orchid Forest Cikole, Bandung, Jawa Barat.
Virus korona, lanjut Jay, tak akan hilang. Yang harus dicari adalah obatnya, seperti saat dunia mengatasi influenza dan flu Spanyol. Karena itu, menurut dia, ilmu pengetahuan adalah tool yang bisa menyelamatkan dunia. ”Sampai sekarang flu juga masih ada. Ini yang perlu disadari. Tapi, darurat iklim 10 tahun lagi akan menjadi masalah terbesar. Jangan nanti kalau sudah dekat bisanya mari kita berdoa bersama,” ujar Jay.
Bagi Jay, pandemi telah menjadi pelajaran penting. Dari pandemi, dia bisa melihat hitam putih setiap orang serta baik buruk dan maju atau mundurnya sebuah masyarakat. ”Ada yang cari selamat, ada yang enggak percaya, ada yang enggak mau empati ke orang lain,” imbuhnya.
Terkait BicaraForestra, peluncurannya sengaja dilakukan bertepatan dengan Hari Konservasi Alam Nasional, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. BicaraForestra dirilis dalam tiga episode melalui kanal Youtube Orchid Forest Cikole. Dalam perhelatan itu, Jay berperan sebagai Creative Director Forestra 2019.
”Saya kira kampanye penyelamatan hutan penting. Tapi, yang lebih penting adalah para penguasa, pemerintah di seluruh dunia. Mereka yang berpotensi menyelamatkan dunia. Kalau musik kita hanya main di sana, tapi para pembuat keputusan sangat tidak memperhatikan lingkungan,” kata Jay gemas. Dia mencontohkan banyaknya negara yang tak menandatangani Protokol Kyoto, pembiaran pada keberadaan hutan-hutan homogen, perkebunan kelapa sawit, tambang batubara, pembalakan hutan, serta emisi kendaraan dan pabrik.