Idealnya, pola pikir kritis muncul saat seseorang telah memiliki keterampilan fundamental yang baik. Begitu kata Sherina Munaf.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·2 menit baca
Bagi Sherina Munaf (31), membaca buku itu sangat penting agar seseorang memiliki pola pikir yang kritis dan bijaksana dalam menilai segala sesuatu. Karena itu, ia sejak lama membangun kebiasaan membaca.
”Awalnya saya juga sering merasa terintimidasi melihat buku yang padat tulisan, minim visual, dan tebal. Anggapan yang umum beredar, buku hanya dikonsumsi oleh orang-orang yang pintar. Namun, pola pikir seperti itu perlu diubah. Justru, orang bisa pintar karena rajin belajar dan memuaskan rasa ingin tahu dengan membaca buku,” tutur Sherina, pekan lalu.
Buku-buku yang menarik buat Sherina amat beragam, mulai buku tentang penulisan naskah, memoar figur terkenal, hingga buku-buku filsafat. ”Penting membaca buku filsafat agar bisa membentuk metode berpikir dan landasan argumen yang kuat dalam mengambil keputusan,” kata Sherina yang pernah menjadi utusan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada usia 14 tahun.
Sherina kini menjadi bagian dari Zenius, sebuah platform pendidikan teknologi yang menekankan pentingnya memiliki keterampilan fundamental dan pemikiran kritis. Menurut Sherina, tidak ada alasan untuk tidak meningkatkan kemampuan diri dan pola pikir yang kritis agar dapat menjadi individu yang cerdas dan berkontribusi secara nyata bagi lingkungan sekitar.
Pola pikir yang kritis dapat dilatih dengan berbagai cara, termasuk membaca buku. ”Idealnya, pola pikir kritis muncul saat seseorang telah memiliki keterampilan fundamental yang baik,” kata Sherina yang mengaku memiliki waktu membaca lebih banyak selama pandemi Covid-19.