Pegiat disabilitas Surya Sahetapy menjalani Ramadhan tahun ini di Rochester, New York, AS. Setelah sempat kesulitan mengikuti pola puasa di AS, kini ia sudah bisa beradaptasi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
Tiga tahun sudah pegiat disabilitas Surya Sahetapy tinggal di Rochester, New York, Amerika Serikat, untuk kuliah. Mulanya, menjalani Ramadhan di negara orang terasa berat. Selain harus menjalaninya sendirian, ia harus berpuasa lebih lama.
Waktu berpuasa di Indonesia sekitar 13 jam, sedangkan di AS sekitar 16 jam. Ia harus menahan lapar dan haus tiga jam lebih lama di Negeri Paman Sam.
”Saya mulai berpuasa pukul 04.30 hingga pukul 20.00. Di sini buka puasanya malam sekali. Awal-awal puasa di sini saya sempat menyerah karena tidak kuat puasa,” ucap Surya secara daring, Kamis (29/4/2021).
Menyiapkan sahur dan buka puasa pun jadi tantangan lain. Jika sahur di Indonesia hanya butuh waktu sekitar 30 menit, sahur di AS jadi lebih lama karena Surya harus menyiapkan hidangan sahur sendirian. Belum lagi, waktu antara shalat Tarawih dan persiapan sahur pun relatif pendek.
”Di Indonesia, saya biasanya dibangunkan ibu atau kakak saat sahur. Sahur pun sudah disiapkan dan saya tinggal menikmati. Sekarang semua harus disiapkan sendiri,” ujarnya.
Surya kemudian berusaha menyesuaikan diri dengan waktu puasa di AS. Hari Senin dia berpuasa sesuai durasi puasa di Indonesia, Selasa waktu AS, Rabu waktu Indonesia, dan begitu seterusnya. Kini ia sudah bisa beradaptasi dan berpuasa penuh waktu tahun ini.
Selain berpuasa, Ramadhan tahun ini diisi Surya dengan bertemu secara daring dengan teman-teman hingga mengikuti kajian agama secara daring.