Rajinlah membaca buku. Begitu pesan penulis Ahmad Tohari (71) kepada anak muda agar mereka dapat menjadi penulis yang baik dan memberi pengaruh lewat karyanya.
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
Lahirnya banyak penulis muda berkualitas yang mewarnai dunia sastra Indonesia menjadi harapan penulis Ahmad Tohari (71). Sosok yang tenar dengan novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ini pun berpesan kepada generasi muda agar gemar membaca sebagai landasan awal menjadi penulis dan mengasah kepedulian sebagai bekal inspirasi.
Dalam perbincangan ”Bli Can Ngobrol” yang diselenggarakan harian Kompas melalui Instagram Live, Kamis (14/5/2020), ia pun berbagi bahwa karyanya selama ini dihasilkan dari kegelisahan yang timbul dari dalam dirinya terhadap realitas sosial di sekelilingnya. Berdasarkan pengamatannya, karya para penulis besar di dunia pun kerap didorong keprihatinan terhadap kondisi sosial di sekitar mereka. Bahkan, banyak di antara mereka yang harus mengalami penderitaan.
”Kemudian jiwanya berontak dan mengeluarkan unek-unek perasaannya menjadi sebuah tulisan. Kita lihat Ronggowarsito, karyanya lahir setelah disia-sia Kasunanan Surakarta. Ada Pramoedya, Boris Pasternak juga begitu. Rasanya saya belum pernah melihat suatu karya besar yang lahir di tangan orang yang lahir di istana,” ujar Tohari.
Untuk itu, ia berharap para penulis muda pun memiliki komitmen, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan karena itu merupakan sumber karya besar. ”Para penulis besar selalu berharap kehidupan yang lebih baik dan selalu menjadi lawan dari otoritarian, kekejaman pemerintahan, dan sebagainya. Para penulis muda seharusnya bersikap pada sisi ini agar pengembangannya terus berlanjut dan menjaga konsistensi,” kata Tohari.
Proses menulis dan kepengarangan, lanjutnya, juga merupakan proses sepanjang hayat. Hal yang tidak pernah berhenti dan terus membaik ke depan sehingga tidak boleh cepat berpuas diri.
”Penulis yang total ini berproses sepanjang hayat. Tulisan awal akan lebih baik di kelanjutannya. Semakin lama, makin baik dan makin matang. Saya selalu merasa tidak puas dengan yang sudah saya tulis. Ini penting. Saat sudah merasa puas, ini tidak baik,” pesan Tohari yang juga peduli terhadap penggunaan bahasa dalam penulisan.
Di kesehariannya, Tohari juga membuka diri kepada anak-anak muda, baik untuk berdiskusi maupun berkunjung ke kediamannya hanya untuk melihat sosoknya. ”Saya selalu punya rasa wajib ikut melahirkan penulis baru. Karena itu, kaum muda, banyak membaca karena makin banyak membaca, makin pintar, makin luwes, makin keren, ilmu makin banyak, dan mampu menjadi penulis. Ada satu kata, karena menulis, maka kamu ada. Peradaban dunia ini berjalan karena banyak orang menulis,” tuturnya.