Prince, Sang Seniman yang Flamboyan
Empat tahun yang lalu, musisi legendaris asal Amerika Serikat, Prince, meninggal. Dia meninggalkan warisan dalam musik, mode, sampai konsep identitas.
Meskipun hujan deras, Prince terlihat menonjol dengan setelan hijau mint dan kemeja oranye di atas panggung. Dengan semangat, ia mencabik gitarnya dan mulai menyanyikan ”Let’s Go Crazy”. Penampilannya memukau puluhan ribu penonton Super Bowl XLI yang berlangsung pada tahun 2007.
Penampilan Prince di Super Bowl XLI Halftime Show merupakan salah satu penampilan legendarisnya. Di situ, Prince menunjukkan hasrat murni untuk bermusik, tanpa niat untuk mempromosikan diri. Ia turut menyertakan lagu-lagu musisi kenamaan lainnya, seperti Queen, John Fogerty, dan Bob Dylan.
Kemarin, 21 April 2020, menjadi penanda tepat empat tahun sudah Prince, musisi legendaris asal Amerika Serikat, wafat. Penyanyi yang terkenal dengan julukan ”The Artist” atau Sang Seniman ini meninggal pada usia yang ke-57 akibat overdosis di rumahnya, Chanhassen, Minnesota.
Prince adalah salah satu musisi terhebat sepanjang masa. Penyanyi keturunan Afrika-Amerika ini telah menjual lebih dari 100 juta album di seluruh dunia. Prince telah menulis ratusan lagu dan merilis lebih dari 30 album. Ia terkenal sebagai musisi ajaib (prodigy) yang pandai bermain gitar, kibor, dan drum.
Tanpa ampun, Prince menelurkan berbagai lagu hit, mulai dari ”Little Red Corvette” (1983), ”When Doves Cry” (1984), ”Let’s Go Crazy” (1984), ”Purple Rain” (1984), ”Kiss” (1986), hingga ”The Most Beautiful Girl in the World” (1994). Lagu ciptaannya untuk penyanyi lain juga melegenda, seperti ”I Feel for You” oleh Chaka Khan (1979), ”Manic Monday” oleh the Bangles (1986), dan ”Nothing Compares 2 U” oleh Sinead O’Connor (1990).
Prince aktif berkarier sejak 1970-an hingga akhir hayatnya. Selama hidupnya, dia meraih tujuh penghargaan Grammy Awards serta berbagai penghargaan lainnya, antara lain Academy Awards, American Music Award, Billboard Music Award, dan MTV Video Music Award.
Tak jarang, ia melawan industri bisnis dengan membentuk jalan bermusik sendiri tanpa mengikuti pakem yang ada, seperti pertarungannya melawan Warner Bros. Prince termasuk salah satu artis pertama yang menjual album lewat internet atau tiket konser dalam album. Ia memperoleh penghargaan Webby Lifetime Achievement atas ”penggunaan visioner internet untuk mendistribusikan musik”.
”Ketika saya pertama kali memulai di industri musik, saya sangat peduli dengan kebebasan. Kebebasan untuk menghasilkan, kebebasan untuk memainkan semua instrumen pada album saya, dan kebebasan untuk mengatakan apa pun yang saya inginkan,” kata Prince ketika dilantik dalam Rock and Roll Hall of Fame pada 2004.
Saya sangat peduli dengan kebebasan. Kebebasan untuk menghasilkan, kebebasan untuk memainkan semua instrumen pada album saya, dan kebebasan untuk mengatakan apa pun yang saya inginkan. (Prince)
Prince merupakan sosok yang membawa warna baru dalam dunia musik, dunia mode, dan konsep identitas.
Dunia musik
Prince atau Prince Rogers Nelson lahir pada 7 Juni 1958 di Mount Sinai Hospital, Minneapolis. Masa lalu Prince bisa dibilang tidak bahagia. Jason Draper dalam buku Prince: Life and Times: Revised and Updated Edition (2016) menulis, Prince dianiaya ayahnya dan orangtuanya bercerai pada 1968. Ibunya, Mattie Shaw, menikah kembali dengan Hayward Baker yang tidak dekat dengan Prince.
Musik dan radio menjadi pelarian bagi Prince. Ia telah dekat musik sejak lahir karena ibunya adalah mantan penyanyi jazz. Ia kerap menonton ayah dan ibunya tampil dalam grup The Prince Rogers Trio.
Ketika memasuki dunia musik, Prince terkenal sebagai orang yang membuat musiknya sendiri. Ia memainkan setiap instrumen. Dalam salah satu albumnya, Prince bahkan memainkan 23 alat musik dalam album debut For You (1978).
Ia juga menyanyikan setiap baris vokal dalam lagu. Dia mampu menjadi penyanyi soul, rock, balada, pop, R&B, funk, dan falsetto. Banyak album Prince memiliki kredit; diproduksi, diatur, disusun, dan dipersembahkan oleh Prince.
Prince memiliki gaya bermusik yang mudah dikenali, seperti penggunaan campuran instrumen sintesis dan konvensional yang menghasilkan musik yang tidak biasa. Caranya bermain instrumen musik juga khas karena bergaya stakato funk yang dipertegas oleh kibor dan rhythm section.
Selain kedua karakter itu, musik Prince sebenarnya memiliki banyak gaya yang kerap ia campur. Tak jarang, ia menggabungkan musik hard rock ke psychedelic, dan elektronik, sebuah ide pencampuran yang kaleidoskop. Prince memengaruhi bunyi musik disko, funk, pop, hiphop, house, dan elektro pada saat ini.
”Bahkan dalam standar rock, Prince adalah seorang eksentrik,” tulis Michael Campbell dalam buku Popular Music in America: The Beat Goes On (1996).
Dunia mode
Prince merupakan penampil dengan gaya androgini yang mencolok dan berani. Sejak awal kemunculannya di dunia musik, sampul albumnya memiliki gambar yang unik. Album debutnya, For You (1978), menampilkan foto wajahnya dengan rambut Afro. Setahun kemudian, ia meluncurkan album Prince dengan sampul tubuh tanpa mengenakan baju dengan rambut ala Farrah Fawcett.
Pada 1980, ia mengeluarkan album Dirty Mind yang memiliki sampul dirinya mengenakan jas tanpa dalaman, selendang di leher, dan celana dalam. Sementara album Purple Rain (1984) menunjukkan Prince mengenakan setelan jas ungu dengan kemeja putih kerah tinggi dan tangan panjang.
Dalam video klip ”Kiss”, ia mengenakan baju crop top hitam berbalut jins kulit hitam berhiaskan manik-manik. Sementara dalam video ”When Doves Cry”, ia tampil berkilau dengan setelan berwarna emas, kemeja ruffle putih berleher tinggi, dan sepatu putih.
Ketika tampil di dalam pertunjukan langsung, Prince mendandani diri dengan gaya androgini. Prince kerap tampil mengenakan setelan dengan motif ramai, warna mencolok, dan potongan bergaya flamboyan. Ia juga memakai stocking, sarung tangan renda, dan sepatu berhak tinggi.
Prince selalu identik tampil dengan rambut ikal hitamnya. Namun, hal yang menambah kesan misterius dari penampilannya adalah celak hitam ala Firaun di sekeliling mata.
Prince menjadi inspirasi bagi sejumlah desainer kenamaan, seperti Tommy Hilfiger, Matthew Williamson, dan Donatella Versace. Penampilannya juga memengaruhi gaya Dev Hynes, D’Angelo, dan Justin Bieber.
”Dia tidak hanya memengaruhi pekerjaan saya, dia melambangkan apa yang diperjuangkan Versace. Kreatif, galak, berani, luar biasa. Dia menciptakan aura keunikan yang sangat bisa dilakukan seniman dalam sejarah,” kata Versace, dikutip dari Vogue.
Konsep identitas
Seperti David Bowie, Prince bermain-main dengan ide-ide mengenai identitas, jender, dan seksualitas. Ia juga pernah mengganti namanya menjadi sebuah logo bernama Love Symbol, sebuah simbol berupa gabungan simbol laki-laki dan perempuan pada 1993, meskipun penggantian nama ini juga berkaitan dengan konflik dengan label musiknya.
Kebiasaannya untuk memakai sepatu hak tinggi dan sarung tangan renda mendorong diskursus mengenai maskulinitas dan feminitas dan batasan selera. Muncul debat bagaimana dan sejauh mana laki-laki dan perempuan dapat berpakaian. Prince menggabungkan konsep jender yang umumnya bersifat dualitas menjadi satu kesatuan.
Prince menggabungkan konsep jender yang umumnya bersifat dualitas menjadi satu kesatuan.
Prince juga tidak sungkan menyentil isu seksualitas. Dalam beberapa lagu hit-nya, ia membahas tentang seks dan rayuan. ”Prince membuat saya merasa nyaman dengan bagaimana saya mengidentifikasi diri secara seksual hanya dengan menunjukkan kebebasan dari gagasan kuno tentang gender conformity,” ujar penyanyi Frank Ocean, dalam penghormatan terhadap Prince.
Selain itu, Prince kerap berkolaborasi dan mendukung karier banyak musisi perempuan, sesuatu yang jarang dilakukan di masa lampau. Prince menulis lagu untuk Chaka Khan, the Bangles, Sinead O’Connor, Jill Jones, Martika, dan Sheena Easton serta mendukung pembentukan Vanity6 dan 3RDEYEGIRL.
Baca juga : Kenny Rogers, Si Legenda Country Bersuara Serak
Hingga saat ini, warisan Prince dalam musik, mode, dan konsep identitas masih dirayakan dan menjadi pembahasan. Seperti yang penyanyi Aretha Franklin katakan, ”Prince telah pergi, tetapi musiknya akan berlanjut”.
(THE NEW YORK TIMES/THE GUARDIAN/BBC)