Menteri Perhubungan Emil Salim dalam jumpa pers di Bina Graha, Jakarta, Kamis (3/1/1974), mengemukakan perlunya kampanye penggunaan sabuk pengaman (safety belt) dalam mobil dan topi pengaman (helm) pada pengendara sepeda motor. Kenyataan menunjukkan, dari sejumlah kecelakaan yang mengakibatkan kematian, 94 persen akibat benturan pada kepala yang dalam istilah kedokteran disebut trauma capitis. Dalam sebuah penelitian di RS Cipto Mangunkusumo periode Juli 1972 sampai Mei 1973, tercatat 1.876 kecelakaan mobil yang menewaskan 22 orang. Adapun kecelakaan sepeda motor mencapai 2.172 kasus dengan 137 orang meninggal, yang 94 persennya akibat luka-luka benturan pada kepala.
Menteri meminta kesadaran dan kerja sama semua pihak, termasuk produsen kendaraan, untuk menyediakan perlengkapan itu. Untuk tahap pertama cukup dikampanyekan di masyarakat. "Sebab kalau pakai-pakai peraturan, nanti saya bisa dituduh yang tidak-tidak, seolah ada hubungan dengan produsen alat-alat itu dan sebagainya," kata Emil Salim.
Anjuran tersebut sebenarnya sudah disampaikan Kepala Kepolisian RI Jenderal Hoegeng Iman Santoso pada 2 Agustus 1971. Dalam maklumatnya, Kapolri mengumumkan keharusan bagi setiap pengendara sepeda motor, baik pengemudi maupun penumpangnya, selambat-lambatnya tiga bulan setelah pengumuman ini, sudah memiliki, memperlengkapi diri, serta selalu memakai "topi pengaman" (helm) pada waktu mengendarai motor.
Adapun syarat helm ditentukan sebagai berikut. Bagian pinggir/tepi harus berlapiskan karet/plastik agar tidak melukai orang lain. Bagian dalamnya harus diberi bantalan/alas untuk mencegah kepala langsung membentur pada helm. "Topi pengaman" harus memiliki tali angin agar tidak lepas dari kepala karena adanya tekanan angin yang datang dari arah muka.
Sehari setelah pengumuman Kapolri, reaksi bermunculan. Seorang pengamat bertanya, mengapa Kapolri mengatur soal kecil seperti ini, padahal soal prinsipiil seperti peristiwa Sum Kuning didiamkan. Menurut dia, di Indonesia, khususnya Jakarta, sepeda motor merupakan kendaraan keluarga. Bisa dibayangkan kalau yang dibonceng mengenakan kebaya dan membawa bayi, semuanya harus memakai helm.
Gubernur Ali Sadikin dalam jumpa pers Jumat, 6 Agustus 1971, mendukung instruksi Kapolri. Bang Ali menambahkan, "... yang tidak setuju itu rupa-rupanya belum bisa membayangkan bagaimana kalau kepalanya pecah kebanting di jalanan." (JPE)