logo Kompas.id
MultimediaTerkenang Kebayoran Baru
Iklan

Terkenang Kebayoran Baru

Oleh
Chris Pudjiastuti
· 2 menit baca

Sebagai kota satelit bagi Jakarta, tahun 1949, Kebayoran Baru dirancang untuk tempat tinggal sekitar 100.000 penduduk. Jadilah, dari luas tanah sekitar 750 hektar (ha) yang disediakan, 118 ha di antaranya menjadi taman dan 181 ha untuk jalan. Bahkan masih disisakan sawah di kawasan pinggiran Kebayoran Baru seluas 33 ha. Sampai sekitar awal 1970, di kawasan Kebayoran yang berbatasan dengan Jalan Gatot Subroto dan dipisahkan oleh aliran Kali Krukut, masih bisa dijumpai pekarangan luas yang tak berpagar. Di atas lahan itu tumbuh pohon buah-buahan, seperti mangga, nangka, dan kecapi. Bahkan peternakan sapi perah pun masih memiliki areal di Kebayoran Baru. Warga yang tinggal di sekitar Blok S, misalnya, bisa mendapatkan susu sapi segar yang benar-benar baru diperas dari hewannya. Kotoran sapi dipergunakan sebagai pupuk sehingga tanaman di sekitar peternakan pun tumbuh subur.Kebayoran Baru menyediakan rumah dengan berbagai tipe dan ukuran tanah. Untuk perumahan rakyat, areal yang disediakan sekitar 152 ha. Sementara untuk perumahan sedang 69 ha, vila 55,1 ha, bangunan istimewa 75,2 ha, juga flat 6,6 ha, serta toko dan kios-kios 17 ha. Tak hanya luas bangunan dan pekarangan yang dirancang sedari awal, tetapi tinggi pagar pekarangan setiap rumah pun ada aturannya. Pagar halaman dengan bahan permanen hanya diizinkan setinggi 60 sentimeter (cm). Warga boleh membuat pagar setinggi maksimal 1,5 meter (m), ini pun dengan syarat bukan dari bahan permanen. Pagar itu berupa tanaman atau semak-semak. Tahun 1980-an, kebun buah dan area terbuka hijau di Kebayoran pun berganti dengan bangunan masif. Ruang terbuka dan kebun buah di pinggir Kali Krukut, misalnya, berkembang menjadi kompleks perumahan pejabat tinggi negara. Bangunan rumah yang semula dibatasi hanya dua-tiga lantai, dibangun sampai empat lantai. Keterbatasan lahan menjadi alasan pemilik rumah, sementara kebutuhan keluarga akan ruangan terus meningkat. Sekitar akhir 1973 semasa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin berkuasa, muncul kecenderungan pengusaha ataupun pemilik rumah yang tidak mengikuti peraturan dan tertib planologi kota. Misalnya, sebagian rumah tinggal di Kebayoran Baru diubah peruntukannya menjadi tempat usaha tanpa disertai lahan parkir yang memadai. Kini, 68 tahun sejak Kebayoran Baru dirancang sebagai kota satelit Jakarta, yang muncul adalah kemacetan di ruas jalannya.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000