Awal datang ke Indonesia, Oscar kesulitan. Apalagi, dia datang seorang diri sehingga harus berdiri di atas kaki sendiri.
Oleh
BUDI SUWARNA
·4 menit baca
Kisah mahasiswa asing di Indonesia menyimpan cerita yang menarik untuk dikulik. Terutama terkait bagaimana beradaptasi dengan kultur di sini.
Mari kita simak kisah Oscar Rodrigo, mahasiswa magister hubungan internasional asal Meksiko di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Selain kuliahnya, ternyata yang lebih menarik adalah kehidupan sehari-hari di Indonesia.
”Banyak tempat wisata (di Indonesia), jadi bisa jalan-jalan terus,” kata Oscar yang berbicara campur aduk antara Inggris dan Indonesia. Selama jalan-jalan, ia berusaha menjalin komunikasi dengan bahasa lokal.
”I think going to Toraja was the most unique experience. Because I already can speak bahasa Indonesia and it’s a different experience when you do speak the language, like, bisa berbahasa, bisa mengobrol, bisa tawar-menawar, so when you go as a tourist you just another bule,” ujarnya.
Kemampuan berbahasa Indonesia juga memberikan poin lebih bagi Oscar dalam menggali budaya dan tentunya untuk mendapatkan harga yang lebih murah di tempat wisata. Kalau pakai bahasa Indonesia, katanya, orang juga jadi lebih terbuka. Ujung-ujungnya bisa dapat harga lebih murah jika membeli sesuatu.
Awal datang ke Indonesia, Oscar cukup kesulitan, apalagi dia datang seorang diri sehingga harus berdiri di atas kaki sendiri. Lingkungan dan budaya baru juga membuat dia gegar budaya. Dia misalnya kaget melihat jalan-jalan dijejali pengendara sepeda motor. Mau menyeberang jalan tidak berani. Tetapi, lama-kelamaan ia malah tertarik mengendarai sepeda motor.
”At first I didn't really want to ride motorbike. Because I was like ‘ragu-ragu’, but then I was like I can do this. You know. So I did it and it was good. It was a good experience. Here in Jakarta I can’t because it was so crazy here, but I did in Bali,” ungkapnya.
Satu hal yang membuat Oscar lebih cepat beradaptasi adalah ia tinggal di asrama kampus UI. Di asrama ia cepat bergaul dan merasakan kebersamaan dengan teman-teman dari berbagai daerah dan negara. ”There’s a lot of ‘anak rantau’. They come from the north, south, east, and I learn about them and also about Tanzanian, Pakistan, Indonesia and our country is different but it feels like family.”
Oscar mengatakan, pengalamannya selama tinggal di Indonesia sangat berkesan. Orang Indonesia di matanya sangat hangat, ramah, sopan, dan senang dengan kebersamaan. Di Meksiko ia terbiasa jalan-jalan sendiri, makan sendiri, dan berolahraga sendiri.
Agar mahasiswa asing cepat beradaptasi, ada UI Student Buddy Club, sebuah unit kegiatan mahasiswa (UKM) di bawah International Office UI. Lembaga ini berperan membantu mahasiswa asing merasa lebih kenal dengan budaya di Indonesia, termasuk cara bergaul, etika, bermain, dan humor khas Indonesia.
David Jordan Timothy (20), mahasiswa UI jurusan Sastra Rusia yang juga Student Buddy UIBC, menceritakan, mahasiswa asing umumnya mesti beradaptasi dengan makanan lokal. Banyak di antara mereka mengalami masalah di perut lantaran mengonsumsi makanan yang terlalu pedas menurut ukuran mereka. Ada pula yang keracunan ringan karena tidak terbiasa dengan beberapa bahan makanan di Indonesia.
Tetapi, ada pula mahasiswa asing yang tidak masalah dengan makanan di Indonesia. Oscar salah satunya. Menurut dia, ada perbedaan besar dalam makanan pokok, tetapi secara umum tidak masalah. ”Here, you guys love rice and ‘kalo gak makan nasi gak kenyang’, in mexico we eat a lot of corn, jagung, like tortillas.”
Makanan di negaranya, lanjut Oscar, memiliki kemiripan seperti goreng-gorengan. Ia juga terbiasa dengan makanan pedas. Makanya, dia suka nasi goreng pedas, gorengan, ayam Richeese, dan Mie Gacoan.
Dari kisah pertukaran budaya ini bukan hanya mahasiswa asing yang dapat mengenal budaya dari Indonesia atau dari negara yang ditujunya, melainkan juga para mahasiswa Indonesia mendapatkan ilmu serta pengalaman lebih dalam berinteraksi dengan mereka. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan David, ”Senang karena bisa memperkenalkan budaya indonesia, bisa mempelajari budaya-budaya baru dari luar juga. Aku belajar banyak dari mereka. Bukan cuma tentang membantu. Walau mungkin tugas utama kita di sini adalah membantu, tapi dari membantu itu kita jadi bisa punya kenalan dan berbagai macam manfaat.”
Kolaborasi dengan peserta program magang Kompas, Kamila Meilina, Mahasiswa Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia