Apa Resolusi Kalian Tahun Depan?
Penting atau tidaknya resolusi juga perlu ditanyakan kepada pribadi Sobat Muda. Apakah resolusi penting untuk tuntunan tujuan atau hanya sebagai janji yang panas sesaat dan akan terbengkalai nantinya?
Tahun Baru segera tiba. Momen ini biasa dipakai sebagian orang untuk merenungi apa yang telah dilalui dalam satu tahun belakangan dan membuat resolusi untuk tahun depan. Ada resolusi yang berhasil dituntaskan, ada yang tidak. Ah, itu mah biasa!
Mahardhika Ageng Kartiko (23) salah satu anak muda yang kerap merenung menjelang akhir tahun dan menetapkan harapan di masa depan. Ia mengaku ingin memperbaiki hubungannya dengan Sang Pencipta. ”Saya mau memperbaiki shalat, terus menjaga hubungan dengan teman-teman dan keluarga,” ungkapnya melalui telepon, Selasa (19/12/2023).
Tahun ini, laki-laki yang biasa disapa Dhika itu lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan mengikuti wisuda pada bulan November. Kelulusannya itu merupakan wujud terkabulnya resolusi tahun lalu. Dhika merasa senang walaupun pada sisi lain muncul beban baru, yaitu ia masih kesulitan mendapat pekerjaan, hingga kini.
Tahun depan, selain ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, ia juga ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan dapat menikmati apa pun yang terjadi kemudian hari. Perihal karier di dunia kerja, baginya itu bukan termasuk resolusi untuk tahun depan.
”Biar menjadi kejutan, di mana dan bagaimananya. Namun, saya rasa itu tidak bisa menjadi resolusi tahun depan karena buat saya kalau besok bisa kerja, ya, saya langsung kerja, tidak perlu tahun depan,” katanya.
Baca juga: Anak muda di relung-relung kafe
Fabian Davis Sabda Pramudita (22) juga merasa sudah menunaikan resolusinya tahun lalu, yakni menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada bulan September. Resolusi tersebut merupakan desakan dari orangtuanya yang telah menanyakan kapan selesai kuliah sejak ia berada di semester VI. Resolusi lulus tepat waktunya tuntas. Namun, ia sekarang belum dapat pekerjaan.
Bagi Davis, perjalanan hidupnya tahun ini cukup seimbang antara suka dan duka. Sukanya adalah ia bisa lulus. Dukanya, ia kehilangan orang yang ia cintai dalam kaitan asmara. Duka lainnya, ia mesti meninggalkan Kota Yogyakarta dan kembali ke Jakarta setelah lulus.
”Berat buat gue untuk pulang dan ninggalin kota perjuangan yang sudah mengajarkan banyak hal beserta orang-orang dan segala isinya,” tutur Davis yang ditemui di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2023).
Untuk tahun mendatang, Davis berharap bisa menemukan pekerjaan dan karier yang tepat. Ia berjanji tetap menyempatkan waktu dan membahagiakan orangtua di tengah kesibukannya. Untuk mencapai itu, ia menekankan untuk lebih bersyukur, ikhlas, dan sabar dalam menghadapi berbagai hal serta belajar dari apa yang telah ia alami tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya.
Hendrikus Danang Setiawan (22) memiliki kisah berbeda. Lulus pada waktu yang sama dengan Davis, September lalu, ia langsung mendapatkan pekerjaan sebagai guru di salah satu sekolah dasar di Lampung. Ia gembira dan bangga atas pencapaian kelulusan tersebut.
Namun, kebahagiaan tersebut tidak bulat. Tahun lalu, ia sebenarnya memiliki dua resolusi besar, yaitu lulus tepat waktu dan bisa bekerja di Semarang dengan harapan tidak jauh dengan sahabat-sahabat yang menemani perjuangannya dalam studi.
”Takdir berkata lain, harus terpisah dengan teman-teman. Pekerjaan yang berbeda membawa kami semua ke tempat-tempat yang berjauhan,” ujar alumnus Jurusan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma ini, Selasa (19/12/2023).
Kebahagiaan atas kelulusan cepat berganti jadi ganjalan bagi Danang. Belum genap dua bulan meninggalkan Yogyakarta sebagai kota perantauan dan juga teman-temannya, Danang kehilangan nenek yang sangat ia sayangi.
Karena itu, tahun ini benar-benar mengajarkan kepada Danang tentang perpisahan, mulai dari kampus, Yogyakarta, teman-teman, serta simbok atau neneknya. Namun, ia percaya, perpisahan membawa harapan baru.
Pemuda asal Lampung ini yakin, di tahun yang akan datang akan terbuka banyak peluang baru untuknya, terutama dalam karier sebagai guru. Ia ingin mencukupi kebutuhan rumah, membahagiakan orangtua, dan memiliki tabungan untuk masa depan. Secara spesifik, ia berharap mendapat kontrak kerja tetap. Untuk mencapai itu, Danang membulatkan tekad, menjalin hubungan baik dengan rekan dan kepala sekolah, serta berusaha membuktikan konsistensi dan profesionalismenya.
Punya tujuan
Hal-hal yang berkaitan dengan kelulusan dan memasuki dunia kerja juga dirasakan Tsabita Afifah Khoirunnisa (23). Ia telah menyelesaikan studinya di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, Malang, tetapi baru akan merayakan wisudanya tahun depan.
Baca juga: Bakti Penyandang Gelar Maha
Saat ini, Tsabita telah bekerja di perusahaan tekstil di Jakarta. Saat ditanya apakah resolusi tahun lalu akan diulang tahun ini, perempuan modis berhijab yang ditemui di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (17/12/2023), ini berkata, ”Tahun depan beda resolusinya karena prioritasnya udah ganti. Dulu sebagai mahasiswa, sekarang jadi pekerja.”
Tsabita menilai, resolusi itu penting dimiliki setiap orang karena resolusi merupakan tanda komitmen di awal tahun dan upaya mengusahakan harapan. Resolusi juga yang membuat Tsabita merasa memiliki tujuan menghadapi berbagai situasi campur aduk antara rasa semangat atau lelah dan kesepian. Baginya, ada sedikit kesulitan di tahun ini dalam menghadapi hal-hal transisional.
Gadis yang berasal dari Jakarta ini memiliki harapan untuk mempunyai lebih banyak waktu bagi diri sendiri. Ia merasa selalu dikejar waktu dari hari ke hari oleh berbagai tugas. Karena itu, Tsabita bertekad lebih disiplin dalam mengatur keseimbangan pekerjaan dan hal di luar pekerjaan. Mengatur ulang prioritas, membuat batasan, dan lebih fokus ke diri sendiri.
Harapan yang sama diutarakan mahasiswi Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Banten, Sesilia Madelaine (20). Tiap tahun Sesil selalu berharap untuk dapat menghargai diri sendiri dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Menurut dia, harapan agar dirinya dapat lebih mengerti perasaan orang lain menjadi gerbang untuk menemukan kisah-kisah baru tak terduga yang membangun dirinya. Hampir setiap tahun resolusi ini dipanjatkan Sesil karena dampaknya tidak hanya periodik di tahun tertentu dan sangat luas maknanya.
Sama seperti Tsabita, mahasiswi berparas oriental ini juga menegaskan pentingnya resolusi yang membuat dirinya masih bisa bertahan ketika dihantam rasa lelah. Ke depan, Sesil memiliki janji pada diri sendiri untuk lebih tegas dan disiplin dalam kaitan dengan tanggung jawab.
Penting atau tidaknya resolusi memang perlu ditanyakan kepada diri sendiri. Apakah resolusi penting untuk tuntunan tujuan atau hanya sebagai janji yang panas sesaat dan hanya akan terbengkalai saja nantinya. Semua itu hanya Sobat Muda sendiri yang tahu.
Sudahkah Sobat Muda membuat resolusi untuk tahun 2024? (*)
Kolaborasi dengan Intern Kompas:
Nikolaus Daritan, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma