Wisata Tanpa Sampah, Asa Kepulauan Seribu
Minat wisatawan muda ke Kepulauan Seribu masih tinggi. Selain dekat, biaya murah juga jadi alasan. Sayangnya, masalah sampah masih sulit dibenahi.
Deburan ombak, cerahnya langit, hamparan pasir putih, dan riang canda tawa teman sepermainan nyatanya dekat saja dari Jakarta yang penat. Kepulauan Seribu masih diburu anak muda yang hendak berlibur meski problem sampah belum sepenuhnya bisa diatur.
Rabu (6/12/2023) sore, Ari Wijaya (21) yang berasal dari Malang, Jawa Timur, sedang menikmati pesisir Pantai Sakura di Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, yang baru direvitalisasi pada tahun 2021. Sayangnya, kunjungan untuk pertama kalinya ini harus disambut sampah berserakan di areal pantau.
”Ekspektasi aku Pulau Seribu bakal lebih bagus karena di laut lepas. Ternyata pas datengudah kelihatan banyak sampah di pantainya,” kata Ari yang sering bermain-main ke berbagai wilayah pesisir.
Tidak jauh dari tempat Ari duduk, dua temannya yang semula bermain di air kemudian mendekatinya sambil membawa sampah yang mereka temukan. Banyak dari sampah itu merupakan bungkus kemasan plastik yang mengendap di tepian laut.
Ekspektasi aku Pulau Seribu bakal lebih bagus karena di laut lepas. Ternyata pas datengudah kelihatan banyak sampah di pantainya.
Karena tidak menemukan tempat sampah, mereka mengumpulkan sampah-sampah itu di bibir pantai. ”Aku enggak ngeliat tempat sampah di sekitar pantai, paling di jalan setapaknya. Di Malang pun, kalau aku inget, sama,” katanya.
Ari cukup menyayangkan kondisi yang terjadi. Namun, itu tidak terlalu mengganggu aktivitasnya selama berwisata. Ia tetap bisa menikmati pengalaman bermain di pulau untuk pertama kalinya dan merasa disambut dengan kehangatan warga lokal.
Pengalaman tidak jauh berbeda juga dirasakan Sekar Ayu Ardhi Tantri (21) dari Jakarta Timur. Sekar datang ke Pulau Untung Jawa untuk pertama kali lantaran tugas salah satu mata kuliah. Kebetulan tugas penelitian yang dikerjakannya berkaitan dengan kebersihan lingkungan.
Saat itu, Sekar mengamati sampah yang terbawa arus hingga bermuara di pesisir Pulau Untung Jawa. Ia menyoroti sampah-sampah yang ada di sekitar dermaga tempat penumpang turun dari kapal. Ada juga sampah yang tersangkut di akar-akar mangrove.
”Kalau dari informasi yang aku dapet, sampah itu dateng dari sampah kiriman dari kota-kota kayak Jakarta, Tangerang, Muara Kamal. Jadi penanganan sampah bukan cuma di Pulau Untung Jawa aja, tapi juga di daerah-daerah kota,” ujarnya.
Melipir sedikit ke arah barat, Luthfia Nursya’bani (21), asal Depok, Jawa Barat, sedang berjalan santai di jembatan pengantin bersama beberapa temannya. Jembatan pengantin merupakan salah satu ikon di Pulau Untung Jawa.
Ini menjadi momen keduanya bervakansi ke Pulau Untung Jawa. Kondisinya diakui jauh berbeda ketimbang saat ia melancong saat kelas IX SMP. Menurut dia, ada perbedaan tata letak dermaga dan pesisir yang semakin terkikis air laut sehingga jadi lebih menjorok ke dalam dan banyaknya sampah.
”Di pantainya, aku nemuin cukup banyak sampah. Tapi, ketika sudah masuk wilayah pulau, mulai banyak tempat sampah di sepanjang jalan setapak dan kondisinya bersih,” ucapnya.
Baca juga: Sampah 30 Ton dari Kepulauan Seribu Dibuang ke Bantargebang Tiap Hari
Apa yang dirasakan Ari, Sekar, dan Luthfia ini juga dialami oleh pengunjung lain di berbagai destinasi pulau yang masuk dalam gugusan Kepulauan Seribu. Antara lain Pulau Putri, Pulau Tidung, Pulau Pramuka, Pulau Harapan, Pulau Bira, dan Pulau Pari.
Akan tetapi, Pulau Untung Jawa termasuk yang paling banyak dihinggapi sampah. Dari data Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, sampah yang terkumpul dari hasil kerja bakti warga pada 23 November lalu sebanyak 21,9 ton. Jumlah tersebut didominasi sampah kiriman.
Hal ini disebabkan Pulau Untung Jawa relatif lebih dekat dan mampu ditempuh dalam waktu 30-40 menit dari Pelabuhan Tanjung Pasir, Tangerang, Banten. Selain itu, banyak juga penumpang kapal penyeberangan yang membuang sampah langsung ke laut seperti yang disaksikan Luthfia.
Sumber sampah
Ketua Badan Pengelolaan Sampah RW 003 Kelurahan Untung Jawa, Izan Sujani (50), mengonfirmasi mayoritas sampah yang ada di wilayah pesisir Pulau Untung Jawa berasal dari sampah kiriman. Ia memperkirakan 60 persen sampah kiriman menyumbang total sampah yang ada di sana.
Sampah kiriman ini berasal dari 13 muara sungai yang berada di sepanjang pantai Tangerang dan Jakarta. Akibatnya, sampah-sampah ada yang tersangkut di kapal nelayan dan bermuara di pesisir Pulau Untung Jawa.
Izan menuturkan, tidak jarang wisatawan menjadi urung bermain di pantai lantaran banyaknya sampah di sana. Kalau sudah begitu, ia dan pedagang-pedagang di sekitar pantai biasa berinisiatif untuk membersihkannya.
Situasi ini berubah ketika pada tahun 2018 pemerintah setempat mulai memberikan penanganan serius terhadap permasalahan sampah. ”Membaik banget untuk penanganan sampah, apalagi sekarang udah ditambah petugas PJLP (Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan) yang selalu siap siaga untuk ngawasin sampah-sampah kiriman,” ujar Izan.
Izan berharap penanganan sampah di Pulau Untung Jawa bisa terus mengalami peningkatan. Begitu juga dengan sektor wisata yang berperan besar dalam roda perekonomian warga lokal di sana.
Di Pulau Pramuka, upaya penanganan sampah juga gencar diupayakan. Rumah Literasi Hijau menjadi penggerak yang aktif menggelorakan semangat warga untuk memilah dan mengolah sampah. Mereka juga rajin mengingatkan para wisatawan yang berlibur agar tidak nyampah.
Serupa pula di Pulau Tidung dan Pulau Harapan, warga mulai menyadari perputaran roda ekonomi wisata tak akan berjalan signifikan apabila banyak sampah bertebaran. Sejumlah komunitas anak muda, seperti The Antheia Project dan lain-lain, ikut turun membantu mengurai sampah dan mengubah keseharian mengurangi sampah.
Mengacu data dari Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kepulauan Seribu, ada 295.221 wisatawan sepanjang Januari-Agustus 2023. Angka ini dipastikan meningkat mengingat puncak kedatangan para wisatawan biasa jatuh pada Agustus-September sebelum masuk musim hujan.
Di sisi lain, daerah di sekitar Kepulauan Seribu dan para turis juga patut turut berubah supaya sampah kiriman yang terbawa arus laut ataupun kapal berhenti mencemari pulau-pulau indah ini.
Jika Kepulauan Seribu mampu bebersih, surga dunia rasanya hanya sejengkal dari Ibu Kota.
Baca juga: Edukasi Sampah Laut bagi Siswa
(Kolaborasi dengan Intern Kompas: Aghniya Fitri Kamila, Mahasiswa Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia)