Keinginan membantu warga mendapat air bebas polutan membawa Raditya Syarifatur Riyad (16), siswa SMA Laboratorium UM Malang, Jawa Timur, menjuarai kompetisi AHM Best Student 2023 kategori invensi.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·4 menit baca
Keinginan membantu warga mendapat air bebas polutan membawa Raditya Syarifatur Riyad (16), siswa SMA Laboratorium UM Malang, Jawa Timur, menjuarai kompetisi AHM Best Student 2023 kategori invensi. Ia membuat alat desalinasi air dari tenaga surya untuk membuat keruh menjadi air layak konsumsi.
AHM Best Student adalah lomba yang diselenggarakan PT Astra Honda Motor bagi siswa SMA/sederajat se-Indonesia untuk mengadu gagasan dan karya. Lomba ide terbuka bagi siswa yang ingin membagi gagasan atau konsep lewat sampel yang belum dibuat massal dan belum dijual ke masyarakat. Kategori invensi memberi ruang bagi siswa menunjukkan karya yang sudah diproduksi lebih dari satu unit dan digunakan minimal tiga bulan.
Dari 781 ide dan karya, Radit, panggilan akrab Raditya, menjadi juara kategori invensi dengan membuat alat desalinasi air bertenaga surya.Alat itu sebenarnya ia kerjakan bersama temannya, Raffi Radithya Risqullah, yang akrab disapa Raffi, saat baru masuk SMA. Sekitar setahun, sejak Juli 2022 hingga sekitar Agustus 2023, keduanya melakukan berbagai percobaan sampai terwujud alat yang mampu menjadi penjernih dan pembersih air dari polutan.
Peristiwa yang menggerakkan hati siswa kelas XI tersebut berawal ketika melihat air di sekitar rumah dan sekolah keruh. ”Idenya dari ketika kami menemukan masalah di sekitar tempat tinggal kami. Air di rumah dan di sekolah keruh dan kayak ada bau besinya,” ujarnya ketika diwawancarai dari Jakarta, Kamis (8/11/2023).
Kondisi serupa ia lihat di pondok pesantren tempatnya bersekolah SMP. Meski lokasi pesantren dekat dengan mata air, ia heran lantaran air di pesantren keruh. Itulah yang memotivasi dirinya membuat alat untuk mengatasi masalah itu.
Radit yang tak punya pengalaman membuat alat seperti itu terbantu oleh kehadiran Raffi yang lebih mahir. ”Saya dan Raffi saling melengkapi. Saya paham teori secara fisika dan kimia, Raffi punya pengalaman pas SMP suka otak-atik mesin dan bantu orangtuanya di bengkel,” kata Radit tentang pembuatan inovasi tersebut.
Penelitian itu proyek independen Radit dan Raffi di luar jam sekolah. Beruntung, orangtua mereka suportif, banyak membantu terutama soal dana. ”Untuk riset ini, orangtua kami mendukung. Kami diberi modal (kerja) dan kami menyisihkan dari uang jajan,” katanya.
Belum lama melakukan penelitian, Radit dan Raffi mendengar informasi bahwa Pulau Kangean di perairan Madura mengalami masalah sama. Kondisinya bahkan lebih parah karena berada di pesisir sehingga rentan tercemar resapan air laut. Akibatnya, air menjadi sangat keruh dan asin, tidak layak konsumsi. Banyak warga membeli air bersih dari pulau yang berjarak lebih dari 100 kilometer.
Tertantang mendengar informasi itu, Radit mengajukan penelitian di Kangean. Pengajuannya disetujui. Ia dan Raffi lalu mengumpulkan sampel air di pulau itu untuk diuji di laboratorium di Malang.
Bulan Juli 2023, alat desalinasi air tenaga surya karya Radit dan Raffi diujicobakan di Pulau Kangean. ”Kami mendapat feedback dari warga. Alatnya berhasil, airnya jadi enggak berbau, enggak ada rasa, dan enggak berwarna,” ujar Radit.
Awalnya Radit kesulitan menemukan riset serupa, sementara ia belum punya pengalaman meneliti. Kemudian, ia menemukan riset teknologi desalinasi air karya mahasiswa Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. Namun, teknologinya terbatas menghilangkan kandungan garam dalam air. ”Kami kombinasikan teknologi desalinasi air dengan elektrokoagulasi supaya bisa jadi inovasi yang mendesalinasi, juga menjernihkan,” paparnya.
Sebelum alat bekerja sesuai harapan, keduanya melakukan uji coba dan menemukan banyak kesalahan. Ditambah lagi, mereka dihadapkan pada tantangan lain, yakni implementasi teknologi yang sebelumnya hanya di level industri.
Untuk penerapan di skala rumahan, keduanya mesti menyesuaikan dengan aliran listrik. ”Pas merancang kelistrikan alat, kami perlu mengubah aliran listrik rumahan yang semula AC (arus bolak balik) jadi DC (arus searah),” ujar Radit.
Meski penelitian ini tidak terafiliasi dengan sekolah, dua remaja tersebut mendapat dispensasi untuk melakukan penelitian di jam sekolah. ”Saat itu sekolah belum menaungi anak-anak yang suka riset. Namun, sekolah juga tahu dan memberi dispensasi kepada kami meninggalkan pelajaran untuk penelitian,” terangnya.
Namun, Radit dan Raffi tetap harus mengejar pelajaran sekolahnya. Radit membagi waktu dengan penelitian di lapangan dari pagi hingga sore dan belajar di rumah pada malam hari.
Rutinitas melelahkan itu sempat membuat jenuh ketika uji coba alat tak kunjung membuahkan hasil.Beruntung, kakaknya yang juga senang meneliti terus memberi motivasi untuk melanjutkan penelitian.
Meski proses penciptaan alat dilakukan bersama Raffi, atas kesepakatan bersama, Radit yang menjadi ketua tim ikut AHM Best Student 2023 sendirian. Pertimbangan lain, di antara mereka berdua, Radit lebih mahir berbicara di depan publik.
Ke depan, Radit akan menyempurnakan alat ini dan berharap bisa segera melakukan uji standardisasi dan mendapatkan validitas kelayakan alat desalinasi air tenaga surya.
Raditya Syarifatur Riyad
Lahir: Pasuruan, 20 Agustus 2007 (16 tahun)
Pendidikan: SMA Laboratorium UM Malang
Prestasi: Juara 1 AHM Best Student 2023 kategori invensi
Kolaborasi dengan intern harian Kompas, Aghniya Fitri, mahasiswa Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia