Sejumlah wartawan asing muda membagikan perspektif tentang profesi mereka yang telah mengantarkan mereka berkunjung ke berbagai negara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA, DARI BEIJING, CHINA
·5 menit baca
Menjadi seorang wartawan menawarkan berbagai kesempatan menarik. Bertemu dengan orang baru, tahu banyak isu, dan berlatih berpikir kritis adalah pengalaman seru yang bisa dirasakan ketika seseorang terjun ke industri media massa. Pekerjaan ini bahkan bisa mengantar sang pewarta berita meliput di dalam bahkan luar negeri.
Banyak alasan mengapa seseorang berakhir sebagai wartawan. Sekelompok wartawan asing menjelaskan mengapa mereka bisa bekerja di bidang penuh dinamika ini. Mereka adalah wartawan muda dari Republik Gambia, Sri Lanka, dan Thailand.
Para wartawan tersebut tengah bergabung dalam program China International Press Communication Center (CIPCC) 2023 selama Maret-Juni 2023 di China. Mereka mengikuti program ini bersama 60-an wartawan lainnya dari kawasan Asia Pasifik, Afrika, Karibia, dan Eropa.
Talibeh Hydara (31) sekarang bekerja sebagai asisten editor TheStandard Newspaper di Republik Gambia. Ia menangani segala topik yang membuatnya sebagai seorang generalis. Sudah delapan tahun ini laki-laki ini menekuni pekerjaan ini.
”Jurnalisme adalah panggilan bagi saya. Jika sesuatu adalah panggilan, itu berarti Anda hanya harus mengikutinya. Tidak ada lagi yang masuk akal,” kata Hydara di sela-sela kunjungannya di Jinhua, Zhejiang, Selasa (30/5/2023).
Akan tetapi, namanya juga pekerjaan, ada duka dan sukanya. Hal yang merupakan momok bagi pemuda ini adalah bersiaplah untuk menerima upah rendah, sebuah fenomena yang terjadi hampir di semua negara.
Ia melanjutkan, masalah lainnya adalah soal kebebasan pers dan keamanan saat bekerja. Sayangnya masih banyak kasus jurnalis mengalami kekerasan hingga tewas. Mengutip Reporters Without Borders per 6 Juni 2023, sudah 11 wartawan dan satu pekerja media terbunuh serta 538 wartawan dan 22 pekerja media ditahan selama tahun 2023.
Terlepas dari tantangan itu, Hydara menyukai pekerjaannya karena dia jadi memiliki kesempatan untuk memberi informasi yang akurat kepada publik. Informasi itu berguna bagi masyarakat dalam membuat keputusan dan meminta pertanggungjawaban pemerintah.
”Saya jadi mempunyai daya dan pengaruh untuk menginspirasi perubahan dan mempromosikan pembangunan. Saya juga bisa memeriksa ekses kekuasaan, memastikan pajak bagi rakyat, mengamplifikasi suara tertindas, dan memperjuangkan hak orang kurang mampu,” tutur Hydara.
Dari Sri Lanka, Navodhya Pawani (30) tengah bekerja sebagai wartawan di Wijeya Newspapers Limited yang menerbitkan sejumlah majalah dan surat kabar, di antaranya Ada Newspaper. Bukan tanpa alasan sehingga perempuan ini betah sebagai juru berita selama empat tahun terakhir.
”Sejak kecil, saya memiliki keinginan untuk bergabung dengan industri media. Awalnya, saya ingin bekerja sebagai penyiar. Namun, belakangan, ketika saya kuliah di jurusan media, saya tertarik untuk menjadi seorang jurnalis,” ujar Pawani.
Banyak pelajaran yang Pawani petik berkat profesi tersebut. Menjadi seorang wartawan berarti harus pandai-pandai beradaptasi. Ketika mendapat kesempatan bertugas di luar negeri, misalnya, dia harus siap merasakan perbedaan budaya khususnya soal makanan.
Sebagai orang Sri Lanka yang doyan makanan pedas dan asin, Pawani harus melatih lidahnya agar terbiasa dengan rasa makanan di tempat baru, apalagi di tempat yang makanannya cenderung manis. Meskipun awal-awal kesulitan, lama-lama Pawani terbiasa.
”Setelah memasuki karier media, saya belajar banyak tentang negara saya dan dunia. Dan saya mendapat peluang yang sangat berharga dari profesi ini. Saya mendapat kesempatan belajar hal-hal baru,” katanya.
Pengalaman di China
Profesi wartawan membuka gerbang kesempatan untuk bertualang di tempat yang belum tentu terjangkau. Tak hanya di negeri sendiri, pekerjaan ini terkadang mengharuskan pekerjanya melanglang buana hingga ke negeri orang, termasuk China. Mereka menemukan fakta dan pengalaman baru yang berkesan.
Nattachar Kijmoke (29) asal Thailand merupakan wakil editor di Thai News Network (TNN) 16. Sudah sejak tahun 2016 dirinya menggeluti profesi ”kuli tinta” ini di beberapa perusahaan hingga di tempat sekarang.
Karena bekerja di divisi urusan luar negeri, pemudi yang mengambil jurusan pascasarjana di Inggris tentang media ini sudah meliput ke Rusia, Nepal, dan Laos. Sekarang, dirinya berlabuh sementara di China untuk mengikuti program yang digelar CIPCC bersama teman-teman lain.
”Sebentar lagi saya akan berusia 30 tahun. Karena saya mendapat didikan Barat, saya juga ingin merasakan jurnalisme di Asia, khususnya China. Itulah yang membuat saya datang ke sini,” kata Kijmoke.
Kijmoke sebetulnya telah banyak mengakses informasi dan menulis soal China. Ia paham bahwa China telah berkembang pesat, khususnya di bidang ekonomi. Namun, datang dan melihat fakta itu dengan mata sendiri tentu memberi pengalaman yang berbeda.
Kijmoke melanjutkan, satu pengetahuan penting yang dia dapatkan adalah tentang pemahaman bahwa ada dua pandangan di dunia ini, yakni Barat dan Timur. Tidak ada yang benar ataupun salah, dua pandangan ini hanya berbeda.
Sementara itu, Hydara pernah mengunjungi Senegal, Mali, Guinea-Bissau, Nigeria, Turki, dan China. Sama seperti rekan-rekannya, ia banyak membaca tentang China. Akan tetapi, kebanyakan sumber bacaan itu berasal dari media Barat sehingga ia menganggap China sebagai negara yang menindas rakyat dan jutaan orang hidup dalam kemiskinan yang parah.
”Namun, sejak tiba di sini, saya belajar bahwa meskipun tidak sempurna, tetapi negara memiliki sistem yang bekerja untuk rakyat, seperti kemiskinan terentaskan, teknologi maju, dan ada perkembangan holistik dari segi lingkungan, budaya, ekonomi, dan pendidikan,” ujar Hydara.
Pekerjaan sebagai wartawan tentulah tak mudah. Ada artikel yang harus ditulis, tenggat yang perlu dipenuhi, dan relasi yang perlu dijaga. Di balik kesibukan itu, pengalaman menarik berharga sudah menanti.