Selama ini Inggris dikenal negara dengan biaya transportasi publik yang tinggi. Untuk menghemat ongkos perjalanan, sebagian mahasiswa Indonesia yang kuliah di negara empat musim itu menyiasatinya dengan bersepeda.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·6 menit baca
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Hilman Prakoso (24), mahasiswa S-2 Urban Spatial Science di UCL, berfoto di depan London Eye. Bagi Hilman, bersepeda di London, Inggris, menjadi cara untuk menjelajah kota.
Selama ini, Inggris dikenal sebagai negara dengan biaya transportasi publik yang tinggi. Untuk menghemat ongkos perjalanan, sebagian mahasiswa Indonesia yang kuliah di negara empat musim itu menyiasatinya dengan bersepeda. Selain sehat dan hemat, gowes ke kampus juga menjadi cara untuk menjelajah kota.
Hilman Prakoso (24), mahasiswa S-2 Urban Spatial Science di UCL, terkejut dengan mahalnya ongkos transportasi publik di London, Inggris. Hilman harus merogoh kocek 4,1 pounds (sekitar Rp 75.000) untuk menempuh sekali perjalanan naik kereta bawah tanah dari tempat tinggalnya di Peckham menuju kampus UCL yang berada di pusat kota. Itu artinya, dalam sehari Hilman harus mengalokasikan 8,2 pounds (sekitar Rp 150.000) untuk perjalanan.
”Kalaupun menggunakan travel card, ongkosnya tetap mahal. Aku enggak mau keluar uang banyak hanya untuk transportasi,” ujarnya dari London, Rabu (22/2).
Untuk menyiasati ongkos transportasi London, mahasiswa asal Surabaya itu membeli sepeda bekas seharga 75 pounds (sekitar Rp 1.300.000). Bersepeda jauh lebih murah di bandingkan dengan naik angkutan umum yang ongkosnya mencapai 103 pounds (sekitar Rp 1.800.000) per bulan.
Selain hemat, waktu tempuhnya juga lebih cepat. Hilman biasa bersepeda selama 30 menit dari dari flat ke kampus. Sementara waktu tempuh dengan naik kendaraan umum bisa mencapai 45-50 menit. Keuntungan lainnya, ia dapat mengeksplorasi kota.
”Aku suka naik sepeda karena sepanjang jalan bisa lihat pemandangan. Kalau naik kereta bawah tanah bosan karena cuma bisa melihat stasiun. Apalagi di kereta tidak ada signal internet, jadi enggak bisa ngapa-ngapain,” ujarnya.
Harian Kompas pernah mencoba menjelajahi London dengan naik sepeda. Perjalanan dari King’s Cross Station menuju KBRI London memakan waktu selama 25 menit. Jalur sepeda menyusuri pinggir Sungai Thames yang terkenal. Sambil gowes, dapat menikmati keindahan panorama London dan bangunan-bangunan ikonik, seperti London Eye, Big Ben, Gedung Parlemen Inggris, dan Gereja Westminster Abbey.
Hilman menuturkan, ia sering kesasar saat naik sepeda. ”Kalau naik sepeda, aku tidak bisa melihat map, jadi sering kesasar. Apalagi jalan-jalan di London banyak yang bercabang dan mirip. Tetapi, karena kesasar itulah aku jadi bisa lihat tempat-tempat yang indah,” ujarnya.
DOKUMENTASI PRIBADI
Mahasiswa S-2 Jurusan Hukum di Queen Mary University of London Helmi Fikroni (36) saat bersepeda di London, Inggris, Februari 2023. Bagi Helmi, bersepeda merupakan cara menjelajah kota.
Mahasiswa S-2 Jurusan Hukum di Queen Mary University of London, Helmi Fikroni (36), juga naik sepeda untuk menghemat ongkos perjalanan dan menjelajah kota. ”Saya suka bersepeda karena bisa menikmati bangunan-bangunan klasik. Jalur favourit saya adalah melewati daerah perumahan warga karena bisa melihat bangunan-bangunan tua,” ujarnya.
Helmi membeli sepeda bekas seharga 50 pounds (sekitar Rp 900.000). Begitu punya sepeda, Helmi langsung menjelajah kota. Setidaknya, ia bersepeda dua sampai tiga kali dalam sepekan. Ia bersepeda ke kampus, perpustakaan, atau sekedar jalan-jalan keliling kota.
Menurut Helmi, naik sepeda di London sangat menyenangkan. Satu-satunya tantangan adalah udara dingin. Selama musim dingin, udara di London bisa mencapai minus 5 derajat celsius. Helmi harus mengenakan pakaian berlapis, sarung tangan, dan kupluk, agar tidak kedinginan. ”Kalau suhu udara sudah di bawah 2 derajat celsius, aku memilih tetap naik kereta ke kampus. Kalau udara mendukung, baru deh naik sepeda,” ujarnya.
Dimuliakan
Pengendara sepeda di London termasuk makhluk yang dimuliakan. Di kota ini, pengendara sepeda dimanjakan dengan berbagai fasilitas, seperti ada jalur dan lampu lalu lintas khusus sepeda. Pengendara sepeda juga tidak perlu takut kesulitan memarkirkan kendaraan mereka. Hampir di semua tempat publik selalu tersedia lahan parkir khusus sepeda. Biasanya, lahan parkir ini terletak di lokasi terbuka dan mudah dijangkau. Beberapa tempat parkir juga dilengkapi dengan CCTV.
Untuk meningkatkan kecintaan warga pada sepeda, Pemerintah Inggris juga mengeluarkan sejumlah program dan kebijakan ramah sepeda. Misalnya, di London terkenal dengan skema bike-sharing melalui sepeda Santander. Hanya dengan membayar 1,65 pounds (sekitar Rp 30.000), warga London bisa menyewa sepeda selama 30 menit.
Saat ini terdapat 12.000 sepeda Santander di seluruh London. Sepeda-sepeda ini tersebar di sekitar 800 titik, termasuk di Westminster, Soho, Camden Town, dan masih banyak lagi. Selain Santander, warga juga bisa naik sepeda bernama Lime, Human Forest, dan Dott.
Pemerintah lokal juga membuat kursus naik sepeda secara gratis untuk warga. Kursusnya terbagi dalam beberapa level, dari yang paling dasar untuk pemula hingga advanced untuk mereka yang ingin tahu cara mengendarai sepeda secara aman di jalan raya.
Sebagai pengendara sepeda di London, Helmi merasa hidupnya dimuliakan. ”Selama ini yang terkenal dengan sepeda adalah Belanda, padahal di Inggris juga menyenangkan untuk bersepeda. Aku merasa dimuliakan karena pengendara sepeda motor dan mobil di London selalu memberi jalan dan menghargai para pengendara sepeda,” katanya.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Suasana di jalur khusus sepeda di London, Inggris, Agustus 2022. Selain sehat dan hemat, gowes di London, Inggris, menjadi cara untuk menjelajah kota.
Meski sudah ada banyak kemudahan, bukan berarti bersepeda di London 100 persen aman. Tantangan terbesar adalah ketika pejalan kaki tidak memperhatikan keberadaan jalur sepeda. Para pejalan kaki ini sering menyeberang jalan tanpa memperhatikan keadaan sekeliling. Hal ini tentu membahayakan kedua belah pihak, yaitu sang pejalan kaki dan pengendara sepeda.
”Aku pernah berangkat ke kampus saat hujan deras. Saat itu aku mengendari sepeda dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di kampus. Di jalan dua kali hampir menabrak orang karena tiba-tiba dia menyebrang di jalur sepeda,” ujar Hilman.
Tantangan lainnya adalah banyak kasus pencurian sepeda. Bahkan, di tempat yang paling aman sekalipun, seperti di kampus atau perpustakaan, sering ada pencurian sepeda. Itulah sebabnya, pengendara sepeda diminta untuk mengunci sepeda dengan gembok khusus.
DOKUMENTASI PRIBADI
Nariswari Khairanisa Nurjaman (27), mahasiswa S-2 di Cambridge University, saat berpetualang dengan sepeda di Cambridge, Inggris. Bagi Naris, bersepeda merupakan cara menjelajah kota.
Nariswari Khairanisa Nurjaman (27), mahasiswa S-2 di Cambridge University, pernah mengalami satu kali pencurian dan dua kali percobaan pencurian sepeda. Ia kehilangan sepeda ketika sedang menghadiri suatu acara di St James College. ”Aku memarkir sepedaku di luar gereja dengan cara dikunci ke pagar. Ketika sudah selesai acara, aku melihat sepedaku sudah tidak di sana,” kata mahasiswa yang kini tinggal di Jakarta itu.
Naris segera melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Sayangnya, tidak ada CCTV di sekitar lokasi kejadian sehingga menyulitkan polisi dalam melacak keberadaan sepeda. Meski sepedanya tidak kembali, menurut Naris, polisi sangat baik dalam memproses peristiwa. Polisi memberikan layanan pendampingan psikologis terhadap korban pencurian sepeda.
DOKUMENTASI PRIBADI
Nariswari Khairanisa Nurjaman (27), mahasiswa S-2 di Cambridge University, menjajal sepeda saat sedang menyaksikan konser Coldplay, di Inggris. Bagi Naris, bersepeda merupakan cara menjelajah kota.
”Mereka bertanya bagaimana kondisiku. Aku sempat menyalahkan diri sendiri karena kurang hati-hati dalam memarkir kendaraan. Tetapi, petugas mengingatkan bahwa ini bukan salahku. Ketika seseorang kehilangan sepeda, itu adalah murni salah pencurinya. Petugas juga memastikan aku baik-baik saja dan bisa tetap kuliah,” ujar Naris.
Sebelum ke Inggris, Naris sering bersepeda statis di Indonesia. Oleh karena itu, bisa bersepeda di luar ruang menjadi salah satu bucket list-nya selama kuliah di Inggris. Menurut dia, Inggris sangat ramah bagi pada pesepeda. Bersepeda juga menjadi metode ampuh untuk melepas penat kuliah dan cara mudah berolahraga. Ia merasa segar setiap kali bersepeda ke kampus.
Pengalaman paling berkesan bersepeda bagi Naris adalah ketika ia menjelajah kota bersama teman-teman. ”Seru banget! Naik sepeda bikin aku bisa menjangkau daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau dengan mobil. Sepanjang jalan aku melewati pinggir sungai, menembus hutan. Ini salah satu pengalaman paling menyenangkan selama aku tinggal di Inggris,” katanya.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Suasana di jalur khusus sepeda di Parlement Square, London, Inggris, Agustus 2022. Selain sehat dan hemat, gowes di London, Inggris, menjadi cara untuk menjelajah kota.